Kamis, 20 September 2012

Masuk Kuping Kiri Keluar Kuping Kanan

Seneng banget bisa nulis blog lagi akhirnya! Setelah diiringi kesibukan sana-sini (yep ini cuma alasan), gue balik nulis lagi di sini. Seharusnya karena Jakarta baru dapet gubernur baru (selamat untuk pasangan Jokowi-Basuki!), gue nulis tentang Jakarta tercinta kita. Besok aja deh. Sekarang mau nulis yang dipicu galau dulu, karena karya terbaik seorang seniman emang dihasilkan pas dia lagi galau (seriusan).

Lagi kepikiran aja, pernah ga sih kita segitu care nya sama orang sampai pengen ngerubah dia? Itu bahkan jadi salah satu alasan buat wanita yang menganggap bad boy itu lebih menarik, karena "tantangan untuk merubah si bad boy menjadi baik". Berapa banyak yang berhasil? Yang patah hati terus ngegalau di socmed sih banyak....




Prinsip dan keyakinan setiap orang emang berbeda. Ajaran dari kecil, pola pikir, lingkungan pergaulan, bacaan, film tontonan, dll menjadikan kita sebagai kita yang sekarang. Maka itu ga heran satu masalah bisa ditanggapi dua orang dengan cara yang amat sangat berbeda, walaupun ada beberapa hal yang absolut dan pasti sih. Tapi kalau udah satu konteks yang biasanya dalam lingkup ilmu sosial, pendapat tiap orang pasti bervariasi, berikut argumen-argumennya. Karena ilmu sosial beda sama matematika, di sini 1+1 belum tentu sama dengan 2. Biasanya, kita ga banyak peduli sama pendapat orang lain. Memang itu kan syarat jadi orang modern?

Akan beda kasusnya kalau yang berbeda pendapat itu orang terdekat kita. Pendapat kita belum tentu bener, mungkin aja bener tapi ga cocok untuk situasi dan kondisi yang dia alami, tapi ketika orang yang kita care melakukan suatu hal yang kita yakini bener, ga mungkin kita ga pengen merubah dia. Minimal nasehatin deh. Ga mungkin bisa. Karena ketika orang udah deket dan sampai pada tingkat "attachment", dia udah merasa memiliki si individu. Kita merasa bertanggung jawab untuk kelangsungan kebahagiaan dari orang itu, sekali lagi dengan sudut pandang yang kita miliki. Hal ini bisa menjelaskan kenapa ortu suka maksa anaknya untuk masuk suatu jurusan kuliah tertentu.

Kadang dia mau mendengarkan kita dengan pikiran yang terbuka, kadang dia mengikuti saran kita setengah hati sambil bersungut-sungut, kadang juga diiyain terus pake senyum tapi hatinya bilang "bodo amat, urusan-urusan gue". Outcome nya biasanya ga jauh-jauh dari tiga itu kok.

Ada satu hal yang tetap perlu kita inget: dalam kondisi apapun, kita ga pernah memiliki orang lain. Titik. Entah suami pada istri atau sebaliknya, orang tua pada anak, kita ga pernah memiliki suatu individu secara utuh. Mereka hanya membiarkan kita memiliki mereka sampai pada suatu titik tertentu, yang bila dilangkahi bisa berdampak fatal pada hubungan. Ada privasi yang tidak boleh dilanggar. Setiap pribadi pasti memiliki suatu rahasia yang hanya dia dan Tuhan yang tahu. Dan ada juga keputusan yang hanya dia dan Tuhan bisa buat. Dan ubah.

Jadi bagaimanapun kita care agar orang terdekat kita tidak melakukan kesalahan (menurut kita loh), kita cuma bisa membiarkan dia mengetahui niat baik dan jalan pikiran kita. Ga lebih. Kecuali bokap lu itu Kim Jong Il, lu ga bisa maksain pemikiran lu ke orang lain, sesempurna apapun buah pikiran lu dan serapuh apapun argumen dari tindakan orang tersebut. Kebebasan bertindak dan berpendapat itu diatur dalam Undang-Undang Indonesia loh, walaupun sekitar 63% pasalnya suka disalahgunakan oleh oknum kita, tapi memaksakan kehendak sebenernya udah melanggar UU.

Karena ga ada yang bisa merubah seseorang kecuali orang itu sendiri. Dan Tuhan. Jadi sampai dia sadar dan mengikuti saran kita, jalan terbaik adalah berdoa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jadilah pembaca yang aktif, tinggalkan komentar dan mari berbagi pikiran!