Senin, 02 Januari 2012

Rute Pilihan

Jakarta itu terkenal macet. Enough said. Semua yang tinggal di Jakarta hampir setiap hari akan mengeluh tentang kemacetan lalu lintas yang mereka hadapi, dan social media jaman sekarang sedikit membantu meluapkannya. Kalau ga percaya, coba follow orang-orang yang berdomisili di Jakarta di Twitter. Pasti sekali waktu kita akan membaca tweet tentang kronisnya kemacetan di Jakarta pada Timeline kita.



Sebagai pengendara sepeda motor, sedihnya, gue juga ga berarti bebas dari kemacetan yang sudah kronis dan mendarah daging ini. Banyak dari para pengendara mobil suka berceloteh tentang betapa ugal-ugalan dan menganggunya para pengemudi sepeda motor di Jakarta, dan gue dengan berat hati harus mengakui kebenaran fakta tersebut. Walaupun gue bukan salah satu dari mereka. Tapi hal ini mungkin bisa dimengerti, dengan tuntutan harus sampai di tujuan tepat waktu, terik matahari beserta debu jalanan, bisa membuat seseorang menghalalkan segala cara untuk menghemat waktu perjalanan. Walaupun melawan arus arah dan menerobos lampu merah tetap tidak bisa dibenarkan.



Seringkali, pemilihan rute jalan yang akan kita lewati akan berpengaruh besar. Bagi para pengendara baru, pilihan yang tersedia hanyalah mengambil jalan-jalan besar dengan resiko bergelut dengan kemacetan. Namun bagi para pengemudi yang lebih mengetahui seluk beluk Jakarta, jalan tikus bisa menjadi alternatif lain. Hampir dapat dipastikan, rasio terjadi kemacetan pada jalan tikus jauh lebih kecil dibandingkan jalan-jalan protokol, walaupun kita juga tidak bisa memacu kendaraan dengan cepat seperti pada jalan-jalan besar tersebut jika tidak macet.

Seringkali juga, untuk mencapai tempat tujuan kita, tersedia lebih dari satu pilihan rute jalan, dengan pertimbangan masing-masing. Sebagai contoh, kalau gue pribadi punya dua rute utama kalau mau pergi ke kampus. Dan ketika kita memilih satu rute jalan, mau gak mau, macet atau lancar, kita harus menempuh sisa perjalanan kita. Walaupun secara terpaksa.

Kadang ketika kita sudah melihat kemacetan parah di kejauhan, kita mengumpat kepada diri sendiri dan menyesali keputusan rute yang kita ambil. Hal ini pun sering terjadi kepada gue. Gue sering juga berpikir, apakah rute yang satunya lagi semacet ini atau tidak. Kalau gue mengambil rute yang satu lagi, apa sekarang gue udah sampai ke kampus? Apa kalau gue ambil rute yang satunya lagi, gue akan terbebas dari kemacetan yang sekarang gue derita? Dan percayalah, pikiran macam itu lumayan menyebalkan.

Seiring seringnya gue bergelut dengan kemacetan di Jakarta, gue semakin melupakan penyesalan-penyesalan gue dalam memilih rute. Rute yang sekarang kita jalani, rute yang macet ini, adalah pilihan kita sendiri. Suka atau tidak suka. Percuma memikirkan apa yang akan terjadi jika kita memilih rute yang satu lagi, karena faktanya kita sudah memilih rute yang ini dan kita ga mungkin kembali kecuali melawan arah arus lalu lintas. Which is NOT recommended.



Memang, kadang pilihan yang kita ambil harus kita jalani. Susah ataupun lancar. Santai ataupun penuh perjuangan. Panas dan berdebu. Karena bagaimanapun pada akhirnya, toh kita juga akan sampai ke tujuan. Cepat atau lambat.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Bagus nih tulisannya...

Posting Komentar

Jadilah pembaca yang aktif, tinggalkan komentar dan mari berbagi pikiran!