Minggu, 25 Desember 2011

Gelora Bung Karno

Aaahhhh.... Udah lama banget vakum dari nulis di blog. Ada beberapa alasan mengapa gue berhenti nulis blog untuk sementara, juga ada beberapa momen yang seharusnya bisa dijadikan ajang kreativitas penulisan blog, dan terlewatkan.

Untuk tulisan kali ini, gue mau ngangkat sebuah event yang udah lewat, tapi belum terlalu lama dan gue harap masih segar di ingatan para pembaca semua : SEA Games XXVI. Tentu saja gue (dan 200 juta warga negara Indonesia lainnya) sangat bahagia dengan keberhasilan Indonesia menjadi juara umum... Tapi hal itu terasa kurang lengkap tanpa kehadiran medali emas dari cabang olahraga kegemaran mayoritas umat manusia di muka bumi, sepakbola.


Tanpa mengecilkan peran atlit-atlit olahraga dari cabang lain, yang dengan luar biasa meraih ratusan medali emas untuk membawa Indonesia menjadi juara umum, gue lumayan terpukul saat Indonesia dikalahkan Malaysia lewat adu pinalti di babak final setelah 120 menit berbagi skor 1-1. Tentu, banyak pendapat lain yang mengatakan kalau sepakbola hanya mungkin menyumbang satu medali emas walaupun medali emas tersebut diberikan kepada sekitar 20 orang, dan prestasi atlit olahraga dari cabang, misalkan saja atletik atau bowling atau sepatu roda, lebih patut diacungi jempol. Tapi di sini gue tetap pada pendirian gue sejak awal.
Mengutip kata-kata dari Bill Shankly, manajer legendaris Liverpool era 60 dan 70an,

Some people think football is a matter of life and death. I assure you, it's much more serious than that


yang jika diterjemahkan kira-kira artinya begini : sebagian orang berpikir kalau sepakbola itu perkara hidup dan mati. Saya yakinkan anda, sepakbola jauh lebih dari itu.
Well, ga segitunya juga sih... Tapi fanatisme gue dan sebagian besar rakyat Indonesia terhadap sepakbola memang segitu besarnya, dan sekali lagi gue mau minta maaf kepada semua rakyat Indonesia yang ga terlalu suka dengan sepakbola, maupun kepada para atlit SEA Games cabang lainnya, tetapi bagi kami juara umum tanpa medali emas dari cabang sepakbola terasa seperti sayur tanpa garam. Hambar.


Setelah kekalahan adu penalti dari musuh bebuyutan kita, si tetangga Malaysia, gue sempat termenung sebentar. Masih berpikir apakah kenyataan kalau kita sekali lagi kalah di babak final dari musuh yang sama di ajang yang berbeda (Piala AFF tahun 2010 lalu) adalah benar-benar suatu kenyataan. Ternyata ini memang benar-benar terjadi, dan memang betul kalau kenyataan terkadang pahit adanya. Lalu gue melihat kembali ke layar TV. Tampak wajah kecewa dari puluhan ribu suporter Indonesia yang memadati stadion sepakbola kebanggaan kita, Gelora Bung Karno atau biasa disingkat GBK.

Secara kebetulan, niat gue untuk menonton pertandingan timnas secara langsung di GBK, selalu saja kandas oleh rencana-rencana kesibukan yang lainnya. Alhasil, satu-satunya alternatif adalah menonton layar kaca. Dan di sini saya gue membuka sedikit rahasia kepada anda, para pembaca. Gue selalu meneteskan air mata setiap kali lagu Indonesia Raya dinyanyikan oleh semua orang di GBK dengan penuh kebanggaan... Sama sekali ga kebayang apa yang akan terjadi kalau saat itu gue bener-bener berada di GBK.


Sesuatu yang sudah terjadi memang tidak bisa diulang, apalagi diperbaiki. Tapi kita para suporter tahu betul, kalau para pemain di lapangan sudah memberikan yang terbaik. Di Twitter, dukungan kepada para pemain mengalir dengan deras. Semua memuji kerja keras mereka dan mendoakan yang terbaik di masa depan, karena para pemain yang tampil adalah usia U-23, yang berarti karir sepakbola mereka baru saja akan memasuki puncaknya. 

Kalau memang sepakbola belum menjadi sebuah perkara hidup dan mati, mungkin sepakbola bisa jadi pemersatu bangsa yang sedang memasuki era kelam dengan segala masalah dan kondisinya yang carut marut. Nasionalisme kecil di GBK bisa menjadi saksi, bagaimana pemuda pemudi dari berbagai etnis, golongan, dan suku bangsa, menanggalkan atribut masing-masing untuk mendukung tanah tumpah darah kita bersama, Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jadilah pembaca yang aktif, tinggalkan komentar dan mari berbagi pikiran!