Beberapa waktu yang lalu, ada satu headline berita yang cukup menarik perhatian gue dan banyak orang. Isinya adalah tentang seorang lelaki yang bunuh diri, karena diputusin oleh pacarnya.
Stop di situ.
Gue yakin 100%, hampir semua dari kita (termasuk gue sendiri) saat pertama kali membaca tentang hal tersebut, akan langsung membodoh-bodohi si lelaki. Untuk apa sih, bunuh diri hanya karena satu wanita, terlebih wanita itu bukan ibumu? Apa tidak ada lagi wanita di dunia ini? Di saat banyak orang berjuang di ujung maut untuk sebuah tarikan nafas dan perpanjangan hidup, bisa-bisanya yang masih berdiri dengan bugar memilih untuk membuang hidupnya hanya karena depresi percintaan?
Ya, gue juga berpikir begitu. Keterlaluan. Tapi seberapa banyak sebenarnya dari kita, yang benar-benar mengenal pribadi di judul berita koran tersebut? Berapa banyak dari kita yang mengenal dia luar dalam? Berapa banyak dari kita, yang mengetahui seluruh masalah yang dia hadapi saat itu? Apa masalah percintaan itu benar-benar satu-satunya hal yang ada di pikirannya saat mengakhiri hidupnya? Tentu tidak ada yang tahu, selain orang-orang terdekatnya, yang sedihnya tidak menjadi bagian dari cerita tersebut.
Kadang gue berpikir, betapa kejamnya penghakiman dunia saat ini. Bukan, bukan pengadilan di Indonesia yang bobrok itu, tapi penghakiman yang keluar dari mulut dan pikiran orang-orang "biasa" seperti kita ini. Dengan satu kalimat fakta, kita bisa mengeluarkan sepuluh kalimat opini yang tidak kalah hebatnya. Jauh lebih hebat dan jauh lebih kejam, kalau boleh jujur.
Gue sekarang ini lagi menggeluti satu seri reality show yang melibatkan girlband Korea favorit gue, berjudul "SNSD and Dangerous Boys." Ceritanya adalah SNSD berusaha menjadi mentor untuk beberapa siswa pria bermasalah. Sampah masyarakat, kalau boleh dibilang. Kerjaan mereka hanya bolos sekolah (atau datang terlambat dan tidur di kelas), menyumpah, berbuat onar, serta merokok dan mabuk-mabukkan. Walau mereka semua mengidolai SNSD, tetapi tetap saja mereka tidak bisa memegang janji yang telah mereka ucapkan sendiri pada selebriti favorit mereka. Pertama, gue pun kesel. Tapi tibalah suatu sesi terapi oleh psikolog profesional. Dari situ, terungkap mengenai masa lalu mereka, masalah yang mereka hadapi.
Seorang anak yang kerjanya hanya merokok, mabuk-mabukkan, serta tak bisa memegang janji, sejak masih kecil suka dipukuli ayahnya dan dikatai "dirty son of a bitch." Si penyuka kekerasan, yang sering bermasalah karena perkelahian-perkelahiannya, sejak kecil ditinggal oleh kedua orang tuanya, dan sampai sekarang ia bahkan belum pernah sekalipun melihat sosok ayah maupun ibunya. Masih menjijikkan, atau mulai sedikit simpatik?
Satu kata-kata dari sang psikolog yang tidak akan gue lupakan, "Apa yang diperlihatkan oleh orang-orang di sekeliling kita, belum menggambarkan diri mereka seutuhnya. Kita bisa menilai seseorang dari kata-kata yang mereka ucapkan, ataupun dari perbuatan yang mereka lakukan. Tapi sesungguhnya mereka lebih dari itu."
Ya, lebih dari itu. Karena bagian terdalam dari diri seseorang, hanya diketahui olehnya sendiri. Dan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jadilah pembaca yang aktif, tinggalkan komentar dan mari berbagi pikiran!