tag:blogger.com,1999:blog-90250074223786586512024-03-05T13:13:06.391+07:00Open Another MindApapun yang ada di pikiran remaja lelaki menuju dewasa yang setiap hari berkembang semakin positif dengan terus berharap tidak jauh dari tangan-NyaBromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.comBlogger38125tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-22328610752305152502014-05-17T22:09:00.000+07:002014-05-17T23:11:11.439+07:00Symbolic GraduationAh... Udah berapa lama sejak post yang terakhir? Really really sorry for all the readers, saya akan mencoba mengupdate blog ini lebih sering. Relax... Blog ini tidak *belum* terbengkalai (banget).<br />
<br />
So, hari ini adalah hari bersejarah buat beberapa dari kita. Why? Because we finnaly graduate from our beloved university. Hari-hari di mana kita santai-santai nongkrong di manapun bersama teman-teman terbaik, panik ngumpul belajar bareng bersama temen-temen, gontok-gontokan gara gara tugas kuliah sama temen-temen yang belom beres pas deket deadline... Well, dunia kuliah siapapun ga bakal lengkap tanpa temen temen se geng, se permainan, se hidup semati kita. Karena yang penting bukan ke mana, ngapain, tapi sama siapa.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://i1142.photobucket.com/albums/n610/HCAppState/billcosbyquote.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://i1142.photobucket.com/albums/n610/HCAppState/billcosbyquote.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<br />
Lalu apa yang terjadi ketika hari kelulusan, hari yang ditunggu setelah bertahun-tahun keringat, darah, dan air mata menempuh pendidikan di bangku kuliah (oke mungkin cuma keringat aja sih)? People congratulate you. A LOT. Di mana-mana semua ngasih selamat. Di semua social media. Di setiap beberapa langkah di venue acara graduation (kalo pas kuliah ente gaul yak... Kalo enggak ya mungkin langkahnya agak banyak sebelum ketemu yang kenal lagi). Ucapan selamat yang biasanya, kalau diucapkan oleh orang yang lebih dewasa, diikuti dengan suatu ungkapan yang cukup menyeramkan. And what's that? "Welcome to the REAL life"<br />
<br />
Memangnya kehidupan yang sebenarnya belum dimulai? Apa yang dimaksud dengan kehidupan sebenarnya? Masuk dunia kerja? Udah gabisa bangun siang main-main? Di mana sekarang orang yang jabatannya lebih tinggi dari lu dan harus lu hormatin adalah orang yang gaji lu, bukan yang lu gaji (secara ga langsung)? Udah gabisa nongkrong sama temen-temen yang menghabiskan suka duka dulu lagi, karena kesibukan jadwal masing-masing? Udah punya tanggung jawab lebih? Rekening bank yang menggemuk? Tekanan, stress? Karena itu?<br />
<br />
Gue ga tau di kampus lain... Tapi kebanyakan dari temen-temen di sini bahkan udah kerja, sebelum hari ini dimulai. Bahkan saya sendiri udah kerja beberapa bulan, udah sedikit nyicip yang dinamakan dunia profesional itu kayak gimana. Dengan mengetahui hal itu, di mana bagian welcome nya? Masa iya, kita masuk restoran, udah mesen, baru dikasih salam pembuka. Make sense?<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiSx4E9AWvIAqY43gt6L7fjKDSL9hL_km3ukOunciv4eAg6G5Z5VMq9AyJAbaziWbkJJhu6sYfjj098Q-qXC3IXL7dnmpXgZFFBaUntnjddxrguS3Rr_iEA-BDAjIP2oP5HjvRItnkRvc/s1600/real-life.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiSx4E9AWvIAqY43gt6L7fjKDSL9hL_km3ukOunciv4eAg6G5Z5VMq9AyJAbaziWbkJJhu6sYfjj098Q-qXC3IXL7dnmpXgZFFBaUntnjddxrguS3Rr_iEA-BDAjIP2oP5HjvRItnkRvc/s1600/real-life.jpg" height="256" width="320" /></a></div>
<br />
Maybe, just maybe. Itu semua hanya sebuah simbol. Simbolis.<br />
<br />
Beberapa saat yang lalu ada perayaan hari ibu versi kalender Chinese (sori, ga begitu tau juga). Perdebatan dari temen-temen ada sedikit muncul. Ada satu argumen menarik bilang, kita tuh sebenarnya ga perlu rayain hari ibu. Why? Toh udah setiap hari kan, nunjukkin kasih sayang sama mama. Nurutin perintah mama. Kasih perhatian ke mama. Kalau udah kayak gitu, apa bedanya hari ibu sama hari-hari yang lain, toh kan selalu menunjukkan kasih sayang juga.<br />
<br />
Well, saya punya pendapat pribadi. Kayaknya simbol-simbol, perayaan simbolik seperti ini memang perlu deh. Oke, kita udah nunjukkin kalau setiap hari kita sayang sama mama. Dan bukan karena hari ibu, tetapi itu adalah memang kodrat kita sebagai anak. Sudah seharusnya mama, yang dari kecil pengorbanannya tidak terkira untuk kita, dibalas dengan sedikiiiiit saja melalui kasih sayang kita. Tapi... Dengan hari/perayaan simbolis seperti ini, kita dibuat sadar. Kita secara ga langsung merasa hari seperti ini spesial. Hari seperti ini mengisi semangat kita, mengingatkan tujuan kita. Bahwa seorang anak memang harus dan sepantasnya sayang sama ibunya sendiri. After all, nothing's wrong with showing even more love on that special day, right? It'll make it even more special, won't it?<br />
<br />
Meminjam logika di atas... Mungkin graduation day punya makna nya sendiri, selain foto-foto, upload di berbagai socmed foto-foto tadi dengan baju toga dan topi toga, serta komen-komenan sama temen lain mengenai foto yang di post di berbagai socmed tadi dengan baju toga dan topi toga nya. It means a lot more than just that. Mungkin kita memang sudah terjun di dunia "lain" dan "baru"... Tapi kita perlu simbol. Kita perlu diingatkan, bahwa dengan ini kita sudah resmi melalui satu tahap kehidupan kita, walaupun secara simbol. Karena di hari spesial, hari yang dirancang membuat kita merasa spesial, kita akan tersadar. Tersadar bahwa kita sudah selangkah lebih dekat pada tujuan dan cita-cita kita, apapun itu. Tersadar bahwa kita harus cukup kuat dan menerima, apapun yang dimulai akan berakhir pada waktunya. Tersadar bahwa dengan perjalanan yang sulit, kita akan menemukan siapa yang benar-benar bisa dipercaya, siapa yang pergi dan siapa yang tetap setia di sisi kita masing-masing, saat susah maupun senang. Tersadar bahwa setelah ini kita harus bangun dengan semangat setiap hari dengan keyakinan baru, bahwa hidup kita sudah memasuki lembaran, chapter yang baru. Tersadar bahwa wisuda bukan sekedar acara kumpul-kumpul, melainkan sebuah simbol... Simbol keberhasilan dari kita, para pejuang. Dan keberhasilan masing-masing orang tua kita, keluarga kita, teman-teman kita. Karena mereka berhasil menjadikan pejuang mereka, satu langkah lebih dekat dengan tujuan akhir mereka.<br />
<br />
Because not every day you can laugh and cry for the same reason<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.whats-your-sign.com/images/SymbolicCamelMeaning.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.whats-your-sign.com/images/SymbolicCamelMeaning.jpg" height="207" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
Happy Graduation day, Untarian!<br />
<br />Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-43740070445483341762013-01-19T21:09:00.000+07:002013-01-19T22:39:10.188+07:00Ilusi<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://fc05.deviantart.net/fs70/i/2010/237/c/b/running_away_from_reality_by_zabulonx.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://fc05.deviantart.net/fs70/i/2010/237/c/b/running_away_from_reality_by_zabulonx.jpg" width="227" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
Aku mengetuk-ngetukkan jariku di meja sambil melayangkan pandanganku ke sekeliling interior restoran. Pencahayaan yang remang-remang namun tidak gelap memberikan kesan yang menurutku cukup romantis. Kursi dan mejanya terbuat dari bahan kayu, berkesan minimalis. Tapi aku suka. Begitupun dia. Ini memang menjadi tempat favorit kami untuk makan malam. Ah, tidak biasanya dia membuatku menunggu begini. Malah dulu aku yang sering harus meminta maaf dan mentraktirnya seporsi es krim green tea karena terlambat. Belakangan ini malah aku selalu datang lebih dulu daripada Vina.<br />
<br />
<br />
"Vino!" sebuah suara lembut menyapaku dari arah pintu masuk. Aku tersenyum sambil melambaikan tangan.<br />
<br />
"Kamu telat lagi nih. Kena macet di jalan?"<br />
<br />
"Iya, mana sebelum itu si papa minta dianterin ke apotik dulu. Mau beli obat darah tinggi kan. Duh maaf banget ya... Kamu udah lama nunggunya?"<br />
<br />
<br />
Kulirik jam tanganku, 19:50. Itu berarti sudah setengah jam tepat aku menunggu. Tapi tak apalah, yang penting aku bisa bertemu kembali dengan kekasihku.<br />
<br />
<br />
"Enggak kok!" aku mencoba tersenyum semanis mungkin kepadanya. Kuraih tangannya dan kucoba untuk menggengam jemarinya yang halus. Entah kenapa, dia refleks menarik tangannya. Mungkin ia masih letih sehabis menyetir, pikirku. Aku tak mau berpikir aneh-aneh.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
"Pokoknya aku minta maaf ya... Tadi juga rencanaku buat pulang pagian dari kantor ga bisa. Si bos ngasih kerjaan lagi. Errrr sebel banget deh."<br />
<br />
"Iya, aku bisa ketemu kamu aja udah seneng kok. Ngomong-ngomong si Vindy udah ada kabar? Udah sampe toh ke Jerman?<br />
<br />
"Tadi dia udah sempet sms, katanya masih jet lag sih. Jam setengah 7 tadi baru sampai Singapore, transit terus 12 jam kurang baru sampai. Wajar sih ya kalau masih jet lag."<br />
<br />
"Hahahaha iyah kasihan juga yah. Kasihan juga tuh si Bram, ditinggal pergi sama pacarnya. Mana lama begitu lagi..."<br />
<br />
<br />
Vina hanya menjawab candaanku dengan senyuman. Senyuman yang menurutku sedikit dipaksakan. Aku semakin merasa ada yang aneh dengannya. Sekali lagi aku harus berdamai dengan firasat buruk. Salahkah bila aku hanya ingin menikmati waktu dengan orang paling spesial di hidupku, di tengah-tengah himpitan kesibukan duniawi?<br />
<br />
<br />
Tapi bukan cuma hari ini saja, sudah beberapa minggu belakangan Vina mulai bertingkah aneh di hadapanku. Kami sudah mulai berpacaran sejak bangku kelas 3 SMA, jadi tentunya kami sudah hapal luar kepala dengan kebiasaan masing-masing. Biasanya dia selalu mengirimkan pesan selamat pagi untukku, tak pernah absen. Setidaknya seminggu sekali kami akan pergi untuk makan malam sehabis pulang kerja setelah hari ini. Kadang ia mampir ke kantorku membawakan lunchbox buatannya. Ya, Vina kekasihku, selain cantik dan feminim, ia memiliki banyak keahlian lain, termasuk di antaranya pandai memasak. Tak heran banyak lelaki yang sudah naksir padanya sejak dulu. Betapa beruntungnya aku bisa memiliki dia di hidupku.<br />
<br />
<br />
Belakangan ini aku merasa ia tak lagi memberikan perhatian seperti dulu. Ya, dulu ia sangat atentif akan semua kegiatanku, serta tidak lupa memberikan semangat. Aku sering kagum akan perhatiannya sebagai wanita kepada pasangannya. Di tengah-tengah kesibukan, Vina selalu menyempatkan waktu mengirim pesan singkat maupun memberi panggilan telpon kepadaku. Sifatnya yang periang membuat siapapun senang jika menghabiskan waktu dengannya. Vina selalu memiliki joke-joke ringan yang bisa mencairkan suasana andaikan kami sudah kehabisan bahan perbincangan. Tapi belakangan ini ia suka diam dan termenung sendiri ketika bersamaku. Ia lebih banyak menghabiskan banyak waktu menatap layar Blackberry nya. Sekali, dua kali kutegur, ia masih saja begitu. Sudahlah, mungkin ini giliranku yang harus bersabar untuknya. Jangan sampai hubungan yang sudah terbina lama jadi goyah karena hal sepele seperti ini.<br />
<br />
<br />
Orangtua ku dan orangtua Vina pun sudah saling mengenal baik. Kami sudah sepakat untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. Ayahku bahkan sering bercanda, bahwa selain wajah kami yang kelihatan mirip (aku dan Vina sama-sama berkulit putih, mancung, memiliki lipatan mata yang lebih besar pada mata sebelah kiri, serta dagu yang agak lancip), nama kami pun mirip. Vina dan Vino. Enak bila diucapkan. Berirama. Ya, orang jaman dulu bisa percaya akan jodoh dua anak manusia dari hal-hal sepele dan kecil seperti ini. Tapi bukankah kata mereka, hal sepele bisa menyimpan banyak makna di dalamnya?<br />
<br />
<br />
Tapi Vina terlalu aneh belakangan ini. Ia lebih sering tersenyum kepada Blackberry nya ketimbang kepadaku. Awalnya aku mencoba untuk cuek, tapi siapa yang bisa menahan untuk tidak kepikiran dengan perubahan sikap begini, yang berlangsung selama berminggu-minggu lamanya? Bayangan bahwa Vina memiliki "teman" di luar sana, digabung dengan pertunangan kami yang akan dilangsungkan tidak lama lagi, semakin membuat pening kepalaku. Ya, kadang pikiran kita bisa menciptakan masalah lebih banyak daripada yang benar-benar ada. Lebih besar pula.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiEKt0B5kW2YLagTKlSqnTZLCtTvFCdnd_21X27ptXwom-VseSwwugoXpHQ5iCTofw_eJCeBR7VfGECIL7RRarV_oPtE66cXnhSaUjq0VvetKzTAppmS6R_TARFqR8JbgEtN7XwyU1uHQ/s1600/selingkuh.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiEKt0B5kW2YLagTKlSqnTZLCtTvFCdnd_21X27ptXwom-VseSwwugoXpHQ5iCTofw_eJCeBR7VfGECIL7RRarV_oPtE66cXnhSaUjq0VvetKzTAppmS6R_TARFqR8JbgEtN7XwyU1uHQ/s1600/selingkuh.jpg" /></a></div>
<br />
"Kamu... Lagi capek ya sama kerjaan di kantor? Emang kliennya rese ya? Aku mencoba untuk bertanya dengan hati-hati.<br />
<br />
"Emm? Enggak kok. Emang kenapa?" Vina kembali terlihat baru "bangun" dari lamunannya. Kutarik napas panjang lalu kuhembuskan lagi.<br />
<br />
"Iya aku tau kamu juga sedih ditinggal saudara kembarmu kerja ke luar negeri, tapi jangan kayak gini dong... Aku sedih loh ngeliat kamu yang berubah kayak gini. Kalau ada apa-apa, mending cerita deh sama aku. Aku lebih baik terima ocehan daripada didiemin gini sama kamu."<br />
<br />
"Enggak kok sayang, aku beneran ga ada apa-apa deh. Kalau aku punya masalah juga aku pasti cerita kok!" Vina kembali tersenyum kepadaku. Kembali senyum yang dipaksakan...<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
-----</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
Malam minggu ini aku berencana memberikan kejutan kepada Vina. Kebetulan hari ini adalah perayaan tanggal jadi kami, tanggal 17 April. Memoriku ketika menyatakan cinta kepadanya 10 tahun silam, masih lekat di ingatan. Senyumnya yang malu-malu, dihias dengan lesung pipinya yang tidak begitu dalam, menambah manis kegembiraannya. Ketika dia mengangguk tanpa kata, aku tahu akulah lelaki paling bahagia di dunia. Hari itu kami menghabiskan waktu seharian di mall terdekat, ditemani es krim green tea, berjalan bergandengan tangan tanpa arah maupun tujuan. Semua terasa begitu indah.<br />
<br />
<br />
Aku mencoba mengecek nafasku. Nafas : oke. Wangi parfum? Oke. Kerapihan baju? Oke. Kebersihan sepatu? Oke. Rambut? Oke. Lensa kacamata? Bersih. Dengan bunga mawar yang baru kubeli pada perjalanan ke rumah kekasihku, aku melangkahkan kaki dengan mantap. Senandung kecil tanpa sadar keluar dari mulutku, membayangkan waktu-waktu indah yang akan kujalani bersama gadis pujaan hatiku.<br />
<br />
<br />
Seperti tersambar petir di siang bolong, Vina sudah keluar sebelum aku sempat membunyikan bel rumahnya. Tapi kali ini ia keluar rumah bersama lelaki lain. Aku tidak bisa mempercayai penglihatanku. Ternyata itu Bram! Bajingan itu menggandeng tangan pacarku dengan mesra, padahal belakangan ini Vina selalu mengelak ketika aku ingin menggandengnya. Jadi ini alasannya atas perubahan sikapnya selama ini!<br />
<br />
<br />
"Bram! Brengsek emang lu. Lu itu pacarnya Vindy, kakaknya Vina! Kenapa malah lu gandeng cewek gue?"<br />
<br />
Mereka berdua tidak kalah terkejutnya denganku tadi. Vina hanya bisa melongo kaget.<br />
<br />
"Pacar lu itu lagi pergi ke Jerman untuk kerja! Buat biaya lu berdua! Bukan berarti adeknya bisa lu sosor begitu aja!"<br />
<br />
<br />
Aku semakin tidak mampu menahan emosi. Telingaku panas, pertanda darah mulai naik mengisi kepalaku. Kepalan tanganku gemetar. Aku menahan sekuat mungkin untuk tidak menghajar si keparat itu tepat di wajahnya.<br />
<br />
<br />
"Mang Jono, tolong bantu!" tiba-tiba Pak Wisnu, ayah dari Vina dan Vindy, keluar dari dalam rumah beserta supir mereka. Bukannya melerai kami, mereka malah siap memegang tanganku. Mereka tidak mencoba menenangkan kami, melainkan menahanku!<br />
<br />
"Apa-apaan ini Om! Mang Jono! Bukan aku yang salah tapi si bajingan itu! Puh!" aku meludah ke wajah Bram. Biar saja ia rasakan, toh ia tidak jauh beda hina nya.<br />
<br />
Tapi di luar dugaanku, Vina malah memeluk Bram sambil menangis. Lelaki itu mengelus-elus kepala Vina sambil menenangkannya. Apa yang sebenarnya terjadi?<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
-----</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
"Bagaimana keadaannya, Dok?" Ibunda Vino bertanya dengan cemas. Tangannya mengatup sedari tadi, tak berhenti berdoa.<br />
<br />
"Tadi Vino sudah saya suntik obat penenang. Dia akan bangun besok pagi. Selain itu kondisinya stabil semua."<br />
<br />
"Dokter tahu kan, bukan itu yang dimaksud oleh istri saya," Pak Cokro, ayah dari Vino menyelak penjelasan dokter. Dokter Haris menarik nafas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.<br />
<br />
"Kondisinya masih sama seperti dulu. Ia masih belum pulih. Itu saja penjelasan saya. Saya menyarankan Vino untuk menjalani sesi terapi, tapi itu semua kembali lagi kepada kebijaksanaan Bapak dan Ibu sebagai orangtua dari pasien. Saya permisi dulu."<br />
<br />
<br />
Setelah dokter Haris pergi, Vindy dan Bram menghampiri Pak Cokro dengan hati-hati, bermaksud hati menanyakan keadaan Vino. Ayah Vino yang lebih dulu menyadari keberadaan mereka mulai angkat bicara.<br />
<br />
<br />
"Om benar-benar ingin minta maaf sudah merepotkan kalian berdua. Seperti kalian tahu, Vino masih belum bisa sembuh dari trauma sehabis kecelakaan itu. Ia belum bisa menerima kenyataan kalau Vina sudah meninggal, malahan ia menciptakan dunianya sendiri dan hidup di kenyataan seperti yang dia inginkan. Om betul-betul tidak enak sama..."<br />
<br />
"Sudahlah, Om," Bram memotong pembicaraan Pak Cokro. "Om udah ngejelasin hal itu ke kita berkali-kali. Aku dan Vindy paham kok Om, kita juga ingin membantu sebisa kami."<br />
<br />
"Lalu masalah pernikahan kalian?"<br />
<br />
"Itu memang tidak bisa ditunda ataupun diundur. Tapi kami akan tetap membantu Vino semampu kami. Aku ikhlas kok, Om," Bram mengakhiri pembicaraan itu dengan senyuman. Senyuman yang juga diikuti dengan isak tangis dari kedua orangtua Vino.<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
-----</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
Entah mengapa, Vino tidak tertidur walaupun telah diberi obat penenang. Diam-diam ia mendengar semua isi pembicaraan yang terjadi di depan pintu kamarnya. Ia mulai mengobrak-abrik kamarnya, tapi dengan volume suara yang ditahan. Ia tak ingin orang-orang di depan sana masuk dan menyadari perbuatannya. Setelah sekitar setengah jam, ia menemukan apa yang ia cari. Obat tidur. Vino menuang setengah dari isi kotak tersebut ke tangannya, lalu berbisik.<br />
<br />
"Aku kangen kamu, Vina."<br />
<div>
<br /></div>
Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-8409728731621729132012-11-25T21:16:00.000+07:002012-11-25T21:16:48.501+07:00Seminggu Terindah dalam HidupkuHujan merupakan tangisan dari langit, dan bersama dengan hujan, langit ingin kita ikut merasakan kesedihannya. Entah kenapa, aku selalu menangkap sesuatu yang romantis dari hujan. Seakan butiran-butiran air yang menyambar kaca mengajak kita untuk menari bersamanya. Seakan hujan yang menyambar di wiper mobil mencoba membuat kita merasakan kesedihannya. Dan ketika kita terjebak dalam hujan yang deras sampai tidak punya pilihan lain selain mencari tempat berteduh dan menunggu sampai matahari kembali dari persembunyiannya, aku selalu berpikir; mungkinkah ini pertanda dari alam? Bahwa tidak ada yang bisa melawan kekuatan-Nya, sehebat apapun persiapan kita?<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSybxIyutFpS1X3S5rpmcQ1lgy1gHV1-h0YUklbQkLd3kSf7PBT09Gg0446NenGhNGInbfpgkVPz9g3hY-YBSXA9mSD2_5ZSsU98VBleO4TsuvdoYErljjYD13r8tkeowI8FiAxK4exC7k/s1600/Gambar-Romantis7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="256" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSybxIyutFpS1X3S5rpmcQ1lgy1gHV1-h0YUklbQkLd3kSf7PBT09Gg0446NenGhNGInbfpgkVPz9g3hY-YBSXA9mSD2_5ZSsU98VBleO4TsuvdoYErljjYD13r8tkeowI8FiAxK4exC7k/s320/Gambar-Romantis7.jpg" width="320" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dan hujan juga lah yang selalu membawa kenanganku kembali kepada seorang wanita yang termasuk wanita yang paling kucintai dalam hidupku. Cerita ini bermula ketika dua anak manusia yang terjebak pada sebuah halte bus di Minggu sore yang awalnya cerah. Pertemuanku dengannya terjadi dengan seketika, secepat perpisahan kami.<br />
<div>
<a name='more'></a><br /></div>
<div>
Cinta adalah perangkap, ketika cinta datang kita hanya melihat sisi terangnya. Sisi gelap yang datang bersamanya tersembunyi dengan rapih, karena mata kita sibuk dengan kesilauan dari ilusi yang ditampilkan. Setidaknya begitulah pendapat seorang penulis terkenal dari Brazil sana. Memang kadang kalau dipikir, cinta yang liar bisa bermain dengan imajinasi kita dengan bebasnya, entah siapa yang memberi izin. Entah itu kenangan atau bahkan khayalan. Semua dari yang sudah terkubur dalam masa lalu sampai yang mungkin tidak akan terjadi, semua bisa dicampur adukkan dalam sebuah hati yang dimabuk oleh cinta. Ah, mungkin karena itu orang menyebutnya jatuh cinta. Karena kita tidak pernah melangkah ke dalam cinta. Kita hanya jatuh, dan setelah itu kita tidak punya kendali apa-apa lagi.<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Pernahkah engkau bertemu dengan seseorang dan padahal itu adalah pertemuan pertama kalian, tapi kalian merasa seakan sudah mengenal orang itu selama belasan tahun? Ya, aku juga mengalaminya saat bertemu wanita cantik itu. Kulit putih laksana warna susu, rambut hitam lurus sepinggang. Bibir mungil, serta tatapan mata yang sendu, lemah dan seakan meminta perlindungan dari sosok lelaki yang tegar. Betapa sulit aku menahan diriku untuk sekedar memeluknya dan berkata semua akan baik-baik saja jika kau berada dalam dekapanku!</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Obrolan singkat yang diawali dengan gerutuan yang sama bahwa kita sama-sama terjebak dalam ketidakberuntungan yang sama mengalir dengan hangat. Cerita-cerita mengenai kehidupan sehari-hari mengalir sederas air yang dari pinggir trotoar menuju kembali ke jalan. Aku yakin dia sama sepertiku, diam diam berharap bahwa hujan akan bertahan selama mungkin. Walaupun baju ini sudah basah kuyup dan mungkin jika aku memakainya lebih lama lagi aku akan memiliki resiko lebih besar terkena flu, aku tidak peduli. Tawanya yang renyah dan matanya yang membulat besar setiap aku bercerita pengalaman jenakaku, tak akan pernah cukup untuk aku nikmati.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pada akhirnya, sekali lagi alam menunjukkan kehendaknya yang lain. Seakan ingin memastikan kuasanya pada setiap jengkal hidup kita. Hujan yang kuyakini selalu membawa hawa kesedihan, kini perannya digantikan dengan sinar matahari yang sayup-sayup memudarkan pertemuanku dengannya. Memang kami sempat bertukar nomor telepon, tapi apa yang bisa menggantikan percakapan di mana kedua orang bertemu langsung? Sehebat apapun media komunikasi yang diciptakan manusia, aku tetap lebih memilih ketika aku bisa bertemu dengan suatu jiwa yang lain di depanku, baru memulai percakapan kita dari hati ke hati. Atau otak ke otak. Atau apapun. Karena terlalu banyak salah paham yang dapat muncul dari kumpulan teks tanpa nyawa.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dua hari, tiga hari aku menunggu dalam debar sebelum memutuskan untuk menelponnya. Telpon yang sangat singkat, hanya berisi janji untuk bertemu. Kunantikan hari Sabtu minggu depan dengan penuh harap dan cemas. Mau kuajak ke mana dia nanti? Apakah aku harus mengenakan kemeja, kaus, atau polo dengan cardigan? Masakan Korea, Jepang, barat, atau Indonesia yang lebih diminatinya? Kucoba menutup mataku dan sekalian menutup pikiranku agar tidak bekerja lebih lanjut. Alih - alih menurutiku, justru ia semakin memberontak. Imajinasiku tumbuh semakin liar. Sembari mencoba berdamai dengan pikiranku sendiri, hari yang dinanti-nantikan datang juga.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<a href="https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSXmnQxvXJZ8mP9SrM8cipf3SgMYwtqpUK4R-XrLVxPOfj7FfpOK9Dm7No" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSXmnQxvXJZ8mP9SrM8cipf3SgMYwtqpUK4R-XrLVxPOfj7FfpOK9Dm7No" /></a>Aku cukup yakin kita semua sudah banyak belajar mengenai hidup. Dalam hidup, bisa saja apa yang kita harapkan tidak akan tercapai, dan sebaliknya, yang tidak kita harapkan malah terwujud di depan mata kita. Kali ini ternyata keberuntungan masih berpihak denganku. Pertemuan kedua dengan gadis impianku berjalan dengan baik, walaupun tetap tidak sehebat yang pertama. Kami menghabiskan malam di sebuah cafe diiringi band yang memainkan lagu akustik yang lembut. Persetan apalah lagunya, aku hanya ingin menatap dalam-dalam pada kedua bola mata dengan iris berwarna kecoklatan itu. Kami bertukar banyak cerita mengenai masa lalu dan kebiasaan kami. Mengenai rutinitas hidup dan impian kami. Mengenai hobi dan selera-selera kami. Ternyata ia berasal dari pulau seberang dan hanya sekedar berlibur saat ini. Berapa lama ia akan tinggal? Berapa lama aku bisa bersamanya? Apa kami akan masih bisa berhubungan ketika ia pulang nanti?Ribuan pertanyaan kembali berkecamuk, yang memaksaku untuk meneguk segelas minuman kembali, berharap itu akan membantu pikiranku agar mau mengadakan gencatan senjata. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pada akhir malam tersebut, aku mendapat suatu kecupan yang istimewa. Kecupan yang hangat di bibir, ucapan terima kasih katanya, atas waktu yang indah yang ia habiskan bersamaku. Tapi mengapa terima kasih yang ini membuat telingaku panas dan jantungku seakan hendak melompat?</div>
</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kalau suatu saat nanti aku mempunyai cucu-cucu yang manis dan mereka mengelilingiku pada hari libur, memintaku untuk menceritakan suatu cerita, mungkin aku akan menceritakan hidupku pada minggu ini dengan sejelas-jelasnya. Minggu yang merupakan minggu terindah dalam hidupku. Tujuh hari dalam seminggu yang diisi dengan dirinya. Kami menghabiskan sarapan bersama di dekat tempat kerjaku. Kami akan bertemu pada waktu istirahat untuk makan siang. Pada malam hari setelah rutinitas yang mencekik telah berakhir, aku akan mengajaknya duduk di suatu tempat yang nyaman. Kami hanya bergandengan tangan, mengobrol sambil memperhatikan jiwa-jiwa yang berlalu-lalang. Jiwa-jiwa yang berusaha terlihat mempunyai kegiatan yang bermakna agar tidak dicap pemalas oleh masyarakat kita, masyarakat penghakim.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pada akhir minggu, dia memutuskan untuk menghabiskan waktu di rumahku. Malam itu kami memesan pizza, lalu menyewa 3 keping DVD untuk ditonton bersama. Di tengah film kedua, ia tertidur di bahuku. Aku mencoba membangunkannya dan menggendongnya ke kamar tamu agar tidurnya lebih nyaman, tapi dia malah memelukku dengan erat sambil menangis dalam mimpinya. Kubelai rambutnya yang memiliki aroma vanilla samar-samar, lalu kukecup keningnya. Malam itu berakhir sampai di situ.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dan keesokan harinya ia hilang. Aku cuma sempat menemukan sepucuk surat pada meja ruang tengahku. Surat perpisahan. Ternyata ia kembali ke kota asalnya karena pesta pernikahan yang telah diatur oleh orang tuanya. Tanganku bergetar hebat. Kubaca berulang kali kalimat tersebut, berharap kata-katanya akan berubah ketika aku membacanya sekali lagi. Tapi tidak, ia tetap menikah. Kalimatnya tetap sama. Perpisahannya tetap nyata.<br />
<br />
Pada suratnya ia menuliskan bahwa waktu yang singkat yang ia jalani bersamaku, merupakan saat yang terindah dalam hidupnya yang tidak akan pernah ia lupakan. Dan alasan ia pergi dengan diam-diam adalah karena ia tidak mau menyakitiku. Ada bagian kertas yang kasar tersebar pada kertas surat itu. Aku terbayang air mata yang menetes bersamaan dengan tinta yang membahasi kertas. Kulipat surat tersebut dan kutarik nafas panjang.<br />
<br />
Terkadang sulit memang bagi kita untuk mempercayai kenyataan pahit yang terjadi di depan kita secara tiba-tiba, bagaikan kaca yang susah payah kita bangun dengan melebur dan mendinginkannya, pecah begitu saja. Kadang kita hanya punya dua pilihan, terus dengan rasa sakit hati kita dan tenggelam dalam kebencian yang dalam. Kebencian yang mengharuskan kita membalas dendam atau setidaknya menularkannya kepada hati yang lain. Atau kita bisa percaya dengan kata-kata yang terdengar tulus itu, dan berusaha memaafkannya, sekalipun itu terdengar hanya mudah di ucapan saja.</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcScjCsKFyCZT870Ieqf53M_bC2AzY7orCbhWHpXUZAnf5TIWFOs8A" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcScjCsKFyCZT870Ieqf53M_bC2AzY7orCbhWHpXUZAnf5TIWFOs8A" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Kini hidupku sudah berjalan terus sejak saat itu. Saat-saat kelam dalam hidupku yang kebanyakan dilalui dengan alkohol dan teriakan lepas ke laut luas sudah lama berlalu. Setelah itu aku sudah bertemu beberapa gadis lain yang istimewa, dan sudah berkencan dengan beberapa dari mereka. Aku bahkan sudah berencana untuk melamar pacarku yang sekarang, yang sudah mampu bersabar untuk berada di sisiku selama lebih dari dua tahun. Ketika orangtuanya sudah merestui kami, aku siap untuk membawanya ke pelaminan. Dulu ayahku pernah berkata, ketika engkau bertemu seorang gadis yang bisa membuat jantungmu berdebar tapi di saat bersamaan bisa membuat jiwamu berasa tentram dan seperti di rumah, nikahi gadis beruntung itu. Dan jangan pernah biarkan ia pergi.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Walaupun begitu, satu minggu yang terindah dalam hidupku tidak akan bisa kuhilangkan dari kenangan, sebagaimanapun kerasnya aku mencoba. Ia yang pernah menjadi bagian dari hidupku tidak bisa kuhilangkan begitu saja. Namun sebagaimana aku bisa mencintainya begitu dalam, aku yakin aku masih bisa melupakannya dan mencintai wanita lain. Aku yakin hatiku masih memiliki cinta yang cukup untuk jatuh cinta berkali-kali pada istriku nanti dalam seumur pernikahan kami. Biarlah seminggu termanis dalam hidupku jatuh terkubur menjadi kenangan dalam hujan. Biarlah aku mengingatnya dalam setiap tetes air yang jatuh dari awan, menyentuh tanah, dan pelan-pelan mengalir kembali ke laut dengan banyak cerita anak manusia. Biarlah hujan tidak lagi menjadi alat pembawa kebahagiaan dalam hidupku.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Biarkan saja hujan tetap bersedih, dan aku tetap terlarut di dalamnya. Biarkan saja hujan tetap romantis dengan caranya yang misterius. Biar saja ia masih menjadi pembawa kesedihan dari-Nya kepada kita...</div>
Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-85858409355481591382012-10-11T23:59:00.002+07:002012-10-11T23:59:13.489+07:00Bagaimana Cara Mencinta?Alkisah, ada seorang anak lelaki yang belum paham cara mencinta. Ia hanya bisa menuntut, merengek, dan protes ketika keinginannya untuk dicinta kembali tidak dipenuhi. Ketika perhatian yang ia curahkan tidak dibalas sesuai harapannya, rasa kesal yang memancar tidak dapat ia kendalikan. Sebenarnya dalam hati kecilnya, ia hanya menginginkan sosok ibu yang membelainya. Ia hanya ingin dicinta. Tapi ia tidak dapat menunjukannya dengan cara yang dinilai sesuai oleh orang-orang di sekitarnya. Tapi siapalah kita untuk mengatur bagaimana seorang mengungkapkan rasa cintanya?<br />
<br />
Alkisah, ada seorang anak perempuan yang belum paham cara mencinta. Ia tidak tahu bagaimana caranya mengalihkan rasa yang kuat untuk selalu memperhatikan idaman hatinya. Maka itu, ia melampiaskannya dengan bersikap kasar, ketus, dan seolah-seolah tidak peduli. Padahal dalam hati kecilnya, ia hanya ingin untuk memberikan sedikit kasih sayang, agar sang pangeran bisa sedikit lega beban hidupnya dalam dunia yang keras ini. Hanya saja ia belum belajar bagaimana cara mencinta sebagaimana diharapkan orang-orang di sekitarnya. Tapi siapalah kita untuk mengatur bagaimana seorang mengungkapkan rasa cintanya?<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
Alkisah, mereka berdua akhirnya bertemu pada waktu yang salah. Entah apa yang sesungguhnya dirasa oleh masing-masing hati, tetapi takdir seakan berjalan begitu kejam untuk mereka. Sang anak lelaki merasa tidak mampu membahagiakan perempuannnya. Perempuannnya selalu marah dan menuntut ini-itu. Selalu bersikap ketus kepada lelakinya, walaupun sikapnya kepada teman-teman lelaki lainnya sangatlah manis. Anak lelaki ini tidak menemukan pelampiasan lain selain lebih menuntut lagi. Sang anak Perempuan merasa tidak mampu menyatakan perhatiannya dengan benar. Selalu ada teman-teman di sekeliling anak lelaki. Ia selalu merasa dinomorduakan. Ia hanya ingin memberi perhatian dan memuaskan naluri keibuannya. Anak wanita tidak menemukan pelampiasan lain selain lebih bersikap ketus lagi. Mereka sama-sama bingung, ketika hati dan tindakan merasa lain. Memang cara mereka menunjukkan cintanya tidaklah wajar. Tapi siapalah kita untuk mengatur bagaimana seorang mengungkapkan rasa cintanya?<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSPDviYA_UIc5r8Q2elbsWaZwbq2fxtLziR56V99k4VIzNmnyEJ" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSPDviYA_UIc5r8Q2elbsWaZwbq2fxtLziR56V99k4VIzNmnyEJ" /></a></div>
<br />
Alkisah, mereka bertemu lagi, lama setelah kisah mereka usai. Si anak lelaki sudah tumbuh menjadi pria mapan dan dewasa. Pria yang tidak lagi menuntut kebahagiaan dari sang wanita. Pria yang malah memenuhi kebutuhan-kebutuhan wanitanya. Dan percayalah, hal itu lebih mudah dikatakan dibanding dilakukan. Si anak perempuan telah tumbuh menjadi perempuan sejati. Wanita yang mampu mendukung laki-lakinya dengan memberikan kenyamanan dan kehangatan seolah di rumah. Wanita yang mampu mendukung lelakinya, agar mereka berdua dapat berjalan mengarungi kerasnya hidup beserta tuntutan-tuntutannya yang semakin tidak masuk akal. Kini mereka bertemu kembali, walaupun bukan dalam hubungan cinta antara seorang pria dan wanita. Kini mereka bertemu kembali, dan bersama itu memori akan kisah-kisah yang dulu mulai ikut tersusun, namun kenangan pahit tertinggal, entah sengaja atau tidak. Kini mereka sadar betapa kekanak-kanakkan nya mereka dulu. Bukan mereka tidak saling mencinta, tapi hanya menunjukkannya dengan cara yang salah. Tapi siapalah kita untuk mengatur bagaimana seorang mengungkapkan rasa cintanya?<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTxb58taZVOCgnaGi35tnGf1MQqCdmbYiYSE5Qh4j9w9TErFu3r" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTxb58taZVOCgnaGi35tnGf1MQqCdmbYiYSE5Qh4j9w9TErFu3r" /></a></div>
<br />
Alkisah, mereka mulai kembali merasakan gejolak dalam hatinya. Keduanya berhasrat untuk kembali seperti dulu lagi, meninggalkan pasangan yang mengabdikan diri dalam pendewasaan mereka. Kini hubungan yang mereka bangun dengan wanita dan pria masing-masing, kandas karena cinta masa lalu yang datang mengetuk tanpa permisi. Dengan keyakinan penuh bahwa mereka sudah dewasa, mereka mencoba menjalani kisah ini sekali lagi. Ternyata kedewasaan itu suatu konsep yang relatif. Manusia cenderung untuk bersikap kepada seseorang sesuai kebiasaannya. Tak heran kita cenderung kekanak-kanakan ketika bertemu teman jaman SD dulu. Saat mereka bersama, mereka tetaplah seorang anak lelaki dan perempuan yang selalu menuntut dan bersikap dingin. Selalu marah-marah dan cengeng. Selalu mengungkapkan cintanya dengan cara yang seharusnya salah. Tapi siapalah kita untuk mengatur bagaimana seorang mengungkapkan rasa cintanya?<br />
<br />
Alkisah, masih tersisa sedikit kedewasaan dan akal sehat dalam hubungan mereka yang perlahan mengikis batin kedua belah pihak. Bukannya tidak mencinta, hanya mereka tidak bisa bersama. Bukan suatu yang gampang untuk mengakui kalau kita tidak bisa bersama dengan orang yang paling kita cintai di muka bumi ini. Orang yang paling ingin kita bahagiakan. Orang yang ingin kita pastikan kalau ia sudah makan siang tepat waktu dan sudah meminum vitamin hariannya. Orang yang terpikir ketika kita menemukan suatu video lucu di internet atau komik yang mengharu biru, mereka lah yang ingin pertama kita bagi kebahagiaan itu. Orang tempat kita berbagi kesusahan-kesusahan kecil dan keluh kesah, walaupun yang kita inginkan hanyalah sebuah pelukan dibanding sebuah nasihat bijak. Tidak mudah mengakui, kita tidak bisa bersama mereka. Tidak mudah mengakui, kita akan lebih bahagia tanpa keberadaan mereka di hidup kita, ketika kita merasa justru merekalah sumber segala kebahagiaan kita. Namun ketika bersama, mereka hanya akan saling menyakiti. Karena mereka menunjukkan cinta dengan cara yang sama, hanya berbeda waktu. Tapi siapalah kita untuk mengatur bagaimana seorang mengungkapkan rasa cintanya?<br />
<br />
Alkisah, mereka mengungkapkan sebuah ikrar di bawah sinar bulan purnama. Namun bukan ikrar sehidup semati, sayang. Ikrar yang pahit dan berderai air mata, bahwa di antar mereka akan selalu ada sebuah garis yang tidak boleh mereka lewati. Batasan yang harus dijaga demi masa depan mereka sendiri, keutuhan hati mereka sendiri. Kini mereka berpisah dan masih terus menjaga tali hubungan baik, walaupun mereka sama-sama sadar, keinginan untuk kembali merajut kasih harus dikubur dalam-dalam. Kini mereka belum siap untuk melanjutkan kembali kisah asmara dengan insan manusia yang lain. Mereka hanya berfokus untuk menutup suatu lubang di hati mereka, sebelum mencoba mengisi lubang itu dengan keindahan yang lain, agar keindahan tersebut tanpa cela dan tidak tercemar luka sebelumnya. Walau begitu tetap tertera tanda tanya besar yang sepertinya tidak akan terjawab. Mengapa kita tidak bisa bersama? Mungkin mereka hanya bertemu di waktu yang salah. Mungkin mereka hanya bertemu dengan cara yang salah. Mungkin mereka hanya mencinta dengan cara yang salah. Tapi siapalah kita untuk mengatur bagaimana seorang mengungkapkan rasa cintanya?<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQWRfzJiJjm3qNSefa11vwsM-A3oO0U2V3snggBT51fOgZOhakZug" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQWRfzJiJjm3qNSefa11vwsM-A3oO0U2V3snggBT51fOgZOhakZug" /></a></div>
<br />Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-56586485799255698332012-10-03T22:35:00.002+07:002012-10-03T22:35:48.341+07:00Para Pencari StressDear readers, embrace yourself! Ber suffix months are coming... (Bulan berakhiran -ber akan segera datang). Sudah berapa banyak dari kita yang menjadi korban dari hujan bulan Oktober yang bahkan baru berjalan belum seminggu? Hehehe... Saran penulis, siapkan sendal jepit di bagasi kendaraan/tas, vitamin c dan makan harus teratur. Mari jaga kesehatan!<br />
<br />
<a href="http://behance.vo.llnwd.net/profiles13/475967/projects/2102452/100893416e3c73febcb21e43da9c8ef7.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://behance.vo.llnwd.net/profiles13/475967/projects/2102452/100893416e3c73febcb21e43da9c8ef7.jpg" width="140" /></a>Penulisan blog kali ini datang dari satu inspirasi gue saat berada di kamar mandi (lagi mandi, serius). Memang ga salah kalau banyak orang bilang, sumber inspirasi terbaik ya salah satunya adalah kamar mandi. Hal ini diakui oleh <a href="http://id.berita.yahoo.com/cermin-kamar-mandi-berikan-nicole-kidman-inspirasi-171207038.html" target="_blank">Nicole Kidman</a>, <a href="http://www.tribunnews.com/2012/09/12/inspirasi-juara-andy-murray-didapat-di-toilet" target="_blank">Andy Murray</a>, bahkan sampai <a href="http://www.tribunnews.com/2012/09/27/ryan-dmasiv-dapat-inspirasi-ketika-bengong-di-kamar-mandi" target="_blank">Rian D'Masiv</a>. Lalu pertanyaan berikut, apa sih yang kepikiran sama gue ketika byur byur nyiram air dari gayung? Stress. Tingkat stress penduduk Jakarta. Korelasi tingkat stress penduduk Jakarta dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Nah itu bisa tuh jadi cadangan judul skripsi nanti...<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
Anyway, menurut gue kata stress sudah sepatutnya menjadi satu kata yang mengalami pergesaran makna dan harus diajarkan di buku panduan Bahasa Indonesia anak SD mendatang, masalahnya gue bingung apa harus generalisasi, spesialisasi, ameliorasi, atau peyorasi (buat yang bingung/lupa bisa baca di <a href="http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2187210-penjelasan-pergeseran-makna-kata/" target="_blank">sini</a>). Kayaknya sih generalisasi/perluasan. Soalnya sekarang anak kecil kelas 3 SD aja udah fasih banget ngomong, "Aduh, aku lagi stress banget nih!" Iya kan? Iya kaan?!<br />
<br />
Yep, tingkat stress di Jakarta emang udah sedemikian parah, walaupun ga bisa dibuktikan sama contoh anak SD di atas. Seinget gue, kayaknya gue pernah ngequote kata-kata dari dosen legendaris gue, tapi lupa di post yang mana-mana. Beliau waktu itu bilang, stress itu adalah ketika realita ga sesuai dengan harapan. Simple, yet powerful.<br />
<br />
Lalu apa dong harapan kita? Pasti banyak lah. Mulai yang muluk-muluk, yang kita ga berharap akan terwujud, apa yang kita setengah harapkan terjadi, atau yang benar-benar kita expect. Kira-kira gitulah. Kalau memang kita ga begitu harapkan, ketika ga dapet ya pasti begitu-begitu aja. Tapi ketika kita udah bener-bener expect? Well, lain ceritanya. Stress lah. Apalagi ketika usaha yang udah kita keluarkan untuk mendapat "sesuatu" itu udah maksimal, paling enggak menurut kita.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://25.media.tumblr.com/tumblr_lq6hnqgGkj1r1uog4o1_500.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="284" src="http://25.media.tumblr.com/tumblr_lq6hnqgGkj1r1uog4o1_500.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Gue lalu berpikir, dalam pelajaran biologi dulu ada diajarin, dalam penelitian ilmiah ada yang namanya variabel bebas dan terikat. Variabel bebas adalah yang kita kontrol, sedangkan yang terikat adalah yang kita perhatikan, setelah kita melakukan perubahan pada variabel bebas tersebut. Lalu kalau boleh dikaitkan di sini, bukannya "usaha" itu variabel bebas, dan "hasil" itu variabel terikat?<br />
<br />
Karena sebenarnya manusia itu hanya bisa mengatur usaha yang dia keluarkan, tapi perkara hasil itu urusan lain. Di sini ga berlaku ceteris paribus, artinya banyak faktor yang berpengaruh pada hasil akhir, apapun itu yang kita harapkan. Rasa-rasanya, agak kurang bijak kalau kita hanya mengejar hasil belaka, tapi dengan "usaha" yang ga wajar dan sepantasnya. Dan ironisnya, justru hal ini yang udah mendarah daging di masyarakat sekarang, karena masyarakat udah terbiasa menjudge seorang individu dari "hasil" atau "produk akhir" yang mampu ia keluarkan. Kalau pelajar, maka akan dijudge dari nilai. Kalau pekerja, akan dinilai dari pendapatan. Stress yang timbul dari ga sesuainya "hasil" dengan "usaha" yang ia keluarkan, sedikit banyak menjadi pemicu orang-orang yang mengambil jalan pintas tersebut. Menyontek, beli soal ujian, jual diri/pelacuran, korupsi, perampokan itu cuma sebagian kecil contoh.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-c4_CUGHdnEk/TvRn0YCr-UI/AAAAAAAAAZc/nhItlM-7Luo/s640/ist2_657054_shortcut.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/-c4_CUGHdnEk/TvRn0YCr-UI/AAAAAAAAAZc/nhItlM-7Luo/s320/ist2_657054_shortcut.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Gue pribadi selalu berusaha meyakinkan diri gue dan orang-orang disekitar gue (walaupun ga gampang), yang penting adalah kita udah berusaha semampu kita. Hasil biarkan diatur oleh Yang Maha Kuasa. Karena dengan usaha yang maksimal, kita sudah memperkaya satu unsur dalam diri kita, entah hasilnya sesuai yang kita harapkan atau enggak. Proses, biar bagaimanapun, sama sekali ga kalah penting dengan hasil, kalau ga lebih penting. Paling enggak dengan cara ini, ekspektasi kita bisa turun. Dan ketika ekspektasi udah turun, realita yang sakit pun ga terlalu berpengaruh amat.<br />
<br />
Hidup itu memang cuma sebentar. Sayang rasanya kalau kebanyakan diisi dengan stress, apalagi kalau kebanyakan asalnya dari ekspektasi kita yang berlebihan. Akhir kata, <a href="http://www.youtube.com/watch?v=Oo4OnQpwjkc" target="_blank">don't worry, be happy. Du dudududu dududududududu....</a><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSPZ38OxPZlHe9l1aUyudktEMGizga9G_aqy_rj3gImQ8_qFIT-wg&t=1" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSPZ38OxPZlHe9l1aUyudktEMGizga9G_aqy_rj3gImQ8_qFIT-wg&t=1" /></a></div>
<br />
<br />Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-33544758041653133952012-09-27T00:03:00.001+07:002012-09-27T00:07:21.290+07:00Sahabat yang Hilang<a href="http://meliriklagu.com/n/nn/bunda-piara.html" target="_blank">"Waktu ku kecil hidupku amatlah senang..."</a><br />
Harusnya hampir semua remaja Indonesia, minimal yang sekarang sudah menginjak bangku kuliah, pernah mendengar potongan lagu Bunda Piara di atas. Berapa banyak dari kita yang langsung senyum-senyum sendiri atau minimal berhenti sejenak untuk mengenang masa lalu yang indah tersebut? Pasti ada, yakin.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://images.khumairo78.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SBaQmwoKCDcAAHAYU0A1/children1.jpg?et=BcL2DMheLe9DRhSAQwmo7A&nmid=" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="http://images.khumairo78.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/SBaQmwoKCDcAAHAYU0A1/children1.jpg?et=BcL2DMheLe9DRhSAQwmo7A&nmid=" /></a></div>
Katanya, jadi anak-anak itu enak. Mau apa tinggal omong, begitu kata Tasya dulu. Ya memang ada benernya sih, karena anak-anak itu juga belum dipusingin oleh kejamnya realita hidup. Belum mengerti kerasnya hidup, intrik-intrik sesama kerabat, dan lain sebagainya. Mereka masih hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan mereka, tanpa perlu musingin bagaimana caranya. Dan sekali lagi, mereka cuma perlu ngomong doang...<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Salah satu fitur kehidupan masa kecil setiap anak adalah kehadiran teman main. Sahabat istilahnya, kalau bahasa inggris nya itu buddy. Setiap anak pasti punya, minimal satu. Mereka inilah yang menemani hari-hari kita, entah pas sekolah, di kelas, sepulang sekolah, pas main, ngerjain peer, nakal-nakalan bareng, selalu bareng. Ketika lagi ngeselin, ya kita bisa aja ngomelin mereka seenak kita, begitu juga sebaliknya. Toh nanti akan baikan lagi. Namanya juga anak-anak...<br />
<br />
Seiring waktu berlalu, si anak ini akan tumbuh dan berkembang. Memasuki bangku pendidikan sekolah menengah, entah pertama maupun akhir. Lalu dilanjutkan ke bangku kuliah. Apa ada di antara kita yang masih sering kontek dengan sahabat masa kecil? Penulis yakin-seyakinnya, kalaupun ada pasti jumlahnya enggak banyak. Kebanyakan dari kita biasanya selama SMP, SMA, ataupun kuliah udah kenal teman-teman baru. Dan sahabat kita ya berkisar pada yang satu sekolah/kampus saat itu aja biasanya. Dan lalu pertanyaan berikutnya, kemana perginya sahabat masa kecil kita itu?<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgs1SjCuvThde4iGq74U72DIlfWvHoh9QY1HeyoQBLUmRK9LaDtUV4OtJCmFtMep4SPmut0mFdH4SPNVptnEPNEewePL5cC2UXdXkQkhlCluDEBSXvrm8LAicHGi495JrSa7zuI9a8TcKND/s1600/sahabat+selamanya.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="220" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgs1SjCuvThde4iGq74U72DIlfWvHoh9QY1HeyoQBLUmRK9LaDtUV4OtJCmFtMep4SPmut0mFdH4SPNVptnEPNEewePL5cC2UXdXkQkhlCluDEBSXvrm8LAicHGi495JrSa7zuI9a8TcKND/s320/sahabat+selamanya.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Atau kejadiannya, banyak juga temen yang dari SMP atau SMA, tiba-tiba jadi ga deket lagi begitu pisah sekolah. Padahal dulu dekeeeeet banget. Dulu tiap di sekolah main bareng. Begitu bel sekolah berbunyi, entah sekelas atau enggak, pasti makan bareng di kantin. Kalau ada peer kerjain bareng (yang ini pasti udah agak jarang). Pergi ke mall bareng-bareng (nah yang ini baru rutin). Telponan, curhat-curhatan, nangis-nangisan. Pokoknya deket banget. Tapi semua berubah sejak negara api menyerang.... Bukan, tapi semua berubah ketika udah ga satu sekolah. Kejadian?<br />
<br />
Kalau dipikir-pikir, memang sebenernya sayang banget. Sama sekali ga gampang untuk membina satu hubungan dengan manusia lain, apalagi sampai merasa akrab dan nyaman. Ajaran Buddhist bilang, jika kita bisa membina hubungan baik dengan seseorang, pasti di kehidupan yang lalu pun kita udah berjodoh dengan dia, dan diteruskan sampai kehidupan sekarang. Kalau hubungan tersebut harus tiba-tiba balik ke posisi nol dan jadi canggung lagi, sayang kan? Yah tapi memang begitulah adanya... Menurut gue ini adalah hal yang lumrah dan sering terjadi, walau tidak disarankan apalagi didukung. Kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Mungkin sedikit ga nyambung, tapi yang kita paling sayang tentu saja yang akrab dengan kita setiap hari, yang sering kita lihat wajah dan tingkah lakunya, paling enggak untuk periode waktu itu.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.commentsyard.com/graphics/best-friends/best-friends24.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="171" src="http://www.commentsyard.com/graphics/best-friends/best-friends24.gif" width="200" /></a></div>
<br />
Ga ada gunanya meratapi temen yang tadinya udah level saudara kandung sekarang turun pangkat kembali menjadi sekedar teman baik. Sisa-sisa keakraban dan kehangatan yang dulu terjalin kuat, ga akan gampang untuk dihilangkan. Justru kita harus berterima kasih dan bersyukur dengan adanya mereka. Mereka yang dulu udah mengisi dan menemani hari-hari kita yang sekarang tinggal jadi kenangan. Tanpa adanya mereka sebagai bagian sejarah kita, kita tidak akan menjadi kita yang sekarang. Dan kita cuma bisa melangkah maju.<br />
<br />
Karena halangan terbesar seseorang untuk maju adalah ketika ia terperangkap di masa lalu...<br />
<br />Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-50432403125173601302012-09-20T22:58:00.000+07:002012-09-27T00:07:12.317+07:00Masuk Kuping Kiri Keluar Kuping KananSeneng banget bisa nulis blog lagi akhirnya! Setelah diiringi kesibukan sana-sini (yep ini cuma alasan), gue balik nulis lagi di sini. Seharusnya karena Jakarta baru dapet gubernur baru (selamat untuk pasangan Jokowi-Basuki!), gue nulis tentang Jakarta tercinta kita. Besok aja deh. Sekarang mau nulis yang dipicu galau dulu, karena karya terbaik seorang seniman emang dihasilkan pas dia lagi galau (seriusan).<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.medantalk.com/wp-content/uploads/bad-boys-jpg-300x219.png" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="146" src="http://www.medantalk.com/wp-content/uploads/bad-boys-jpg-300x219.png" width="200" /></a></div>
Lagi kepikiran aja, pernah ga sih kita segitu care nya sama orang sampai pengen ngerubah dia? Itu bahkan jadi salah satu alasan buat wanita yang menganggap bad boy itu lebih menarik, karena "tantangan untuk merubah si bad boy menjadi baik". Berapa banyak yang berhasil? Yang patah hati terus ngegalau di socmed sih banyak....<br />
<br />
<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Prinsip dan keyakinan setiap orang emang berbeda. Ajaran dari kecil, pola pikir, lingkungan pergaulan, bacaan, film tontonan, dll menjadikan kita sebagai kita yang sekarang. Maka itu ga heran satu masalah bisa ditanggapi dua orang dengan cara yang amat sangat berbeda, walaupun ada beberapa hal yang absolut dan pasti sih. Tapi kalau udah satu konteks yang biasanya dalam lingkup ilmu sosial, pendapat tiap orang pasti bervariasi, berikut argumen-argumennya. Karena ilmu sosial beda sama matematika, di sini 1+1 belum tentu sama dengan 2. Biasanya, kita ga banyak peduli sama pendapat orang lain. Memang itu kan syarat jadi orang modern?<br />
<br />
Akan beda kasusnya kalau yang berbeda pendapat itu orang terdekat kita. Pendapat kita belum tentu bener, mungkin aja bener tapi ga cocok untuk situasi dan kondisi yang dia alami, tapi ketika orang yang kita care melakukan suatu hal yang kita yakini bener, ga mungkin kita ga pengen merubah dia. Minimal nasehatin deh. Ga mungkin bisa. Karena ketika orang udah deket dan sampai pada tingkat "attachment", dia udah merasa memiliki si individu. Kita merasa bertanggung jawab untuk kelangsungan kebahagiaan dari orang itu, sekali lagi dengan sudut pandang yang kita miliki. Hal ini bisa menjelaskan kenapa ortu suka maksa anaknya untuk masuk suatu jurusan kuliah tertentu.<br />
<br />
Kadang dia mau mendengarkan kita dengan pikiran yang terbuka, kadang dia mengikuti saran kita setengah hati sambil bersungut-sungut, kadang juga diiyain terus pake senyum tapi hatinya bilang "bodo amat, urusan-urusan gue". Outcome nya biasanya ga jauh-jauh dari tiga itu kok.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTKItqoaaGj6q6PrE0sJHCCgd62fzw9qnPT7KlaKu_C2Tba90PkwacFNDY5xw" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTKItqoaaGj6q6PrE0sJHCCgd62fzw9qnPT7KlaKu_C2Tba90PkwacFNDY5xw" /></a></div>
<br />
Ada satu hal yang tetap perlu kita inget: dalam kondisi apapun, kita ga pernah memiliki orang lain. Titik. Entah suami pada istri atau sebaliknya, orang tua pada anak, kita ga pernah memiliki suatu individu secara utuh. Mereka hanya membiarkan kita memiliki mereka sampai pada suatu titik tertentu, yang bila dilangkahi bisa berdampak fatal pada hubungan. Ada privasi yang tidak boleh dilanggar. Setiap pribadi pasti memiliki suatu rahasia yang hanya dia dan Tuhan yang tahu. Dan ada juga keputusan yang hanya dia dan Tuhan bisa buat. Dan ubah.<br />
<br />
Jadi bagaimanapun kita care agar orang terdekat kita tidak melakukan kesalahan (menurut kita loh), kita cuma bisa membiarkan dia mengetahui niat baik dan jalan pikiran kita. Ga lebih. Kecuali bokap lu itu Kim Jong Il, lu ga bisa maksain pemikiran lu ke orang lain, sesempurna apapun buah pikiran lu dan serapuh apapun argumen dari tindakan orang tersebut. Kebebasan bertindak dan berpendapat itu diatur dalam Undang-Undang Indonesia loh, walaupun sekitar 63% pasalnya suka disalahgunakan oleh oknum kita, tapi memaksakan kehendak sebenernya udah melanggar UU.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFQGZju_0gdfsE91459LP8nySl2JygJ_C28i5dsu_gFLlVyZ9csIkXY0d47k0ZSM7snzCw81o9rEHbfP1q5U0GLIwf-dakJacoKtyDKsnn1GFppyw-s8dlrImSaWQGU4zBN0XWA1M7wdMo/s320/merubah2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFQGZju_0gdfsE91459LP8nySl2JygJ_C28i5dsu_gFLlVyZ9csIkXY0d47k0ZSM7snzCw81o9rEHbfP1q5U0GLIwf-dakJacoKtyDKsnn1GFppyw-s8dlrImSaWQGU4zBN0XWA1M7wdMo/s320/merubah2.jpg" /></a></div>
<br />
Karena ga ada yang bisa merubah seseorang kecuali orang itu sendiri. Dan Tuhan. Jadi sampai dia sadar dan mengikuti saran kita, jalan terbaik adalah berdoa.Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-33029866029339729732012-04-25T22:13:00.002+07:002012-04-25T22:21:13.890+07:00Kacamata PlusAda satu tes psikologi yang cukup terkenal dan gue yakin kebanyakan dari pembaca sudah pernah denger sebelumnya. Tes ini berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang suatu keadaan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSfReq4c891NNW1gSBKUPg9kD6en4TneKWkcWVIgurqjc_0EaOPW8e-WRJfFQ" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSfReq4c891NNW1gSBKUPg9kD6en4TneKWkcWVIgurqjc_0EaOPW8e-WRJfFQ" /></a></div>
<br />
<br />
Hasil tes menyatakan apabila kita memandang gelas itu setengah kosong, maka kita cenderung pesimis dalam menanggapi suatu kondisi. Sebaliknya, dengan memandang gelas itu sudah setengah berisi, maka kita dikatakan memiliki pandangan yang lebih optimistis.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Ada suatu lelucon yang berkaitan dengan tes psikologi ini: "Ketika yang lain melihat gelas setengah isi atau setengah kosong, saya bersyukur karena saya masih bisa menambah minuman saya setengah gelas lagi!"<br />
<br />
Satu kalimat yang dilontarkan hanya sebagai lelucon, tapi entah kenapa gue merasa ada sedikit sindiran serta sentilan di dalamnya. Di era digital sekarang ini, saat social media seperti Twitter dan Facebook semakin berakar di tengah-tengah masyarakat kita, tanpa disadari kita semakin menjurus untuk menjadi semakin negatif. Kalau mau ditelaah, berapa banyak dari tweet di timeline kita, atau status BBM di recent updates yang berisi keluhan, sindiran, atau sejenisnya?<br />
<br />
Beberapa waktu yang lalu, ada satu kalimat dari ceramah di vihara yang menarik dan menancap juga di otak gue (akhirnya). Topik ini disampaikan di kelas remaja waktu itu. Sang penceramah menyelipkan satu kalimat dalam ceramahnya yang berbunyi, "Seberapa banyak dari kita yang masih bisa bersyukur dalam setiap keadaan?"<br />
<br />
Ketika kita diserempet pengendara motor di pinggir jalan, mana yang akan kita ucapkan? Apakah sumpah serapah atas kesalahan mereka? Atau bersyukur nyawa kita masih selamat dan kita hanya mengalami luka kecil?<br />
<br />
Ketika usaha kita mengalami kesulitan, mana yang akan kita utarakan dengan jelas? Keluhan mengenai situasi ekonomi yang memburuk, atau bersyukur karena paling tidak kebutuhan kita masih bisa tercukupi?<br />
<br />
Ketika guru atau dosen kita memberikan tugas yang menumpuk, mana yang akan kita tulis di akun Twitter kita? Keluhan mengenai sulitnya kehidupan akademis, atau terima kasih karena masih bisa mencicipi bangku pendidikan yang mewah dan banyak diimpikan orang yang tak mampu?<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLwHUEp9GVQHZvrBWu0ej5U0v-0tqiPoilpKCeXDKbBST9mlG57Fsy7UKGPhVZ5v1OQoNsk4OMUYwLLNXbNgLNRU7jCo89Q4AySfEkQ8w3hE0C_mbVuVgtn0hLqJwyfQgojrR9paIwGggM/s1600/Bersyukur-Kepada-Allah.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="227" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLwHUEp9GVQHZvrBWu0ej5U0v-0tqiPoilpKCeXDKbBST9mlG57Fsy7UKGPhVZ5v1OQoNsk4OMUYwLLNXbNgLNRU7jCo89Q4AySfEkQ8w3hE0C_mbVuVgtn0hLqJwyfQgojrR9paIwGggM/s320/Bersyukur-Kepada-Allah.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
<br />
Mencoba melihat sesuatu dari kacamata yang lain ini memang ga gampang. Gue pribadi pun lebih sering mengeluh dan menyebarkan energi yang negatif ketimbang yang seharusnya. Tetapi gue tetap percaya, ketika kita bisa melihat segalanya dengan menyertakan rasa bersyukur, dunia ini akan jadi tempat yang lebih baik, karena setiap pribadi dari kita melihat hidupnya dengan lebih indah dan lebih mensyukuri rahmat-Nya.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://loveufull.files.wordpress.com/2011/01/bersyukur7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="204" src="http://loveufull.files.wordpress.com/2011/01/bersyukur7.jpg" width="320" /></a></div>
<br />Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-83532000817832829432012-04-06T08:57:00.000+07:002012-04-06T08:57:42.152+07:00PenghakimanBeberapa waktu yang lalu, ada satu headline berita yang cukup menarik perhatian gue dan banyak orang. Isinya adalah tentang seorang lelaki yang bunuh diri, karena diputusin oleh pacarnya.<br />
<br />
Stop di situ.<br />
<br />
Gue yakin 100%, hampir semua dari kita (termasuk gue sendiri) saat pertama kali membaca tentang hal tersebut, akan langsung membodoh-bodohi si lelaki. Untuk apa sih, bunuh diri hanya karena satu wanita, terlebih wanita itu bukan ibumu? Apa tidak ada lagi wanita di dunia ini? Di saat banyak orang berjuang di ujung maut untuk sebuah tarikan nafas dan perpanjangan hidup, bisa-bisanya yang masih berdiri dengan bugar memilih untuk membuang hidupnya hanya karena depresi percintaan?<br />
<span id="goog_1497897800"></span><span id="goog_1497897801"></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://erlindainda.blogdetik.com/files/2012/01/390152_231266913616930_100002008683731_519896_2028637015_n2-150x143.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="190" src="http://erlindainda.blogdetik.com/files/2012/01/390152_231266913616930_100002008683731_519896_2028637015_n2-150x143.jpg" width="200" /></a></div><br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Ya, gue juga berpikir begitu. Keterlaluan. Tapi seberapa banyak sebenarnya dari kita, yang benar-benar mengenal pribadi di judul berita koran tersebut? Berapa banyak dari kita yang mengenal dia luar dalam? Berapa banyak dari kita, yang mengetahui seluruh masalah yang dia hadapi saat itu? Apa masalah percintaan itu benar-benar satu-satunya hal yang ada di pikirannya saat mengakhiri hidupnya? Tentu tidak ada yang tahu, selain orang-orang terdekatnya, yang sedihnya tidak menjadi bagian dari cerita tersebut.<br />
<br />
Kadang gue berpikir, betapa kejamnya penghakiman dunia saat ini. Bukan, bukan pengadilan di Indonesia yang bobrok itu, tapi penghakiman yang keluar dari mulut dan pikiran orang-orang "biasa" seperti kita ini. Dengan satu kalimat fakta, kita bisa mengeluarkan sepuluh kalimat opini yang tidak kalah hebatnya. Jauh lebih hebat dan jauh lebih kejam, kalau boleh jujur.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://nojudgement.org/images/justice%20scales.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="181" src="http://nojudgement.org/images/justice%20scales.JPG" width="200" /></a></div><br />
<br />
Gue sekarang ini lagi menggeluti satu seri reality show yang melibatkan girlband Korea favorit gue, berjudul "SNSD and Dangerous Boys." Ceritanya adalah SNSD berusaha menjadi mentor untuk beberapa siswa pria bermasalah. Sampah masyarakat, kalau boleh dibilang. Kerjaan mereka hanya bolos sekolah (atau datang terlambat dan tidur di kelas), menyumpah, berbuat onar, serta merokok dan mabuk-mabukkan. Walau mereka semua mengidolai SNSD, tetapi tetap saja mereka tidak bisa memegang janji yang telah mereka ucapkan sendiri pada selebriti favorit mereka. Pertama, gue pun kesel. Tapi tibalah suatu sesi terapi oleh psikolog profesional. Dari situ, terungkap mengenai masa lalu mereka, masalah yang mereka hadapi.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ6JNKOy3HbRDWP8OhYdQ_CPNPNTtfbqFh4Ck88rMgoYj_S6TA8VkkNwGWN_A" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ6JNKOy3HbRDWP8OhYdQ_CPNPNTtfbqFh4Ck88rMgoYj_S6TA8VkkNwGWN_A" /></a></div><br />
<br />
Seorang anak yang kerjanya hanya merokok, mabuk-mabukkan, serta tak bisa memegang janji, sejak masih kecil suka dipukuli ayahnya dan dikatai "dirty son of a bitch." Si penyuka kekerasan, yang sering bermasalah karena perkelahian-perkelahiannya, sejak kecil ditinggal oleh kedua orang tuanya, dan sampai sekarang ia bahkan belum pernah sekalipun melihat sosok ayah maupun ibunya. Masih menjijikkan, atau mulai sedikit simpatik?<br />
<br />
Satu kata-kata dari sang psikolog yang tidak akan gue lupakan, "Apa yang diperlihatkan oleh orang-orang di sekeliling kita, belum menggambarkan diri mereka seutuhnya. Kita bisa menilai seseorang dari kata-kata yang mereka ucapkan, ataupun dari perbuatan yang mereka lakukan. Tapi sesungguhnya mereka lebih dari itu."<br />
<br />
Ya, lebih dari itu. Karena bagian terdalam dari diri seseorang, hanya diketahui olehnya sendiri. Dan Tuhan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-huqdjihFqe0/TwWPDqb4Z-I/AAAAAAAAAwA/btX12vFoP3w/s1600/tumblr_ls43b2BjiY1qalxmqo1_500.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="224" src="http://3.bp.blogspot.com/-huqdjihFqe0/TwWPDqb4Z-I/AAAAAAAAAwA/btX12vFoP3w/s320/tumblr_ls43b2BjiY1qalxmqo1_500.jpg" width="320" /></a></div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-60574387498686519622012-03-25T16:53:00.001+07:002012-03-25T17:22:52.593+07:00ApologyIt's good to be back home...<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Satu idiom bahasa Inggris yang cukup terkenal, mirip-mirip dengan "Home Sweet Home". Tak ada tempat terbaik selain rumah. Mengisyaratkan kembalinya suatu pribadi ke tempat di mana seharusnya ia berada setelah lama pergi.<br />
<br />
Mungkin ungkapan ini kurang cocok untuk gue, mengingat blog bukanlah benar-benar "rumah" buat gue, but anyway, I'm back.<br />
<br />
Sebelumnya mau mohon maaf atas kekosongan blog ini untuk waktu yang cukup lama. Hilangnya gairah menulis dan kesibukan bisa jadi alasan gue, tapi gue akan bilang kalau blog ini kosong karena kesalahan gue sendiri. Kalau mau dirunut, seharusnya ada beberapa saat dimana gue bisa menulis lagi di sini, tapi ga gue lakukan.<br />
<br />
Beberapa ide post baru sudah ada, tinggal dikembangkan. Nantikan tulisan baru gue di sini dalam waktu dekat. Terima kasih buat para pembaca, baik yang setia nungguin blog gue sampe muncul tulisan baru, ataupun yang emang ga sengaja mampir. Nantinya gaya menulis gue mungkin bakal berubah sedikit, tapi gue berharap semua pembaca bisa tetep nikmatin.<br />
<br />
Akhir kata, I'm back!Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-58240073853248109542012-01-02T13:27:00.000+07:002012-01-02T13:27:53.581+07:00Rute PilihanJakarta itu terkenal macet. Enough said. Semua yang tinggal di Jakarta hampir setiap hari akan mengeluh tentang kemacetan lalu lintas yang mereka hadapi, dan social media jaman sekarang sedikit membantu meluapkannya. Kalau ga percaya, coba follow orang-orang yang berdomisili di Jakarta di Twitter. Pasti sekali waktu kita akan membaca tweet tentang kronisnya kemacetan di Jakarta pada Timeline kita.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRS5Vq_kqni-M-kJoCh3Pravt7HBCJDXX13oVqwoHF78gf7BMiX" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><br />
</a><a href="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRS5Vq_kqni-M-kJoCh3Pravt7HBCJDXX13oVqwoHF78gf7BMiX" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="251" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRS5Vq_kqni-M-kJoCh3Pravt7HBCJDXX13oVqwoHF78gf7BMiX" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><a name='more'></a><br />
<br />
Sebagai pengendara sepeda motor, sedihnya, gue juga ga berarti bebas dari kemacetan yang sudah kronis dan mendarah daging ini. Banyak dari para pengendara mobil suka berceloteh tentang betapa ugal-ugalan dan menganggunya para pengemudi sepeda motor di Jakarta, dan gue dengan berat hati harus mengakui kebenaran fakta tersebut. Walaupun gue bukan salah satu dari mereka. Tapi hal ini mungkin bisa dimengerti, dengan tuntutan harus sampai di tujuan tepat waktu, terik matahari beserta debu jalanan, bisa membuat seseorang menghalalkan segala cara untuk menghemat waktu perjalanan. Walaupun melawan arus arah dan menerobos lampu merah tetap tidak bisa dibenarkan.<br />
<br />
<br />
<div><br />
</div><div>Seringkali, pemilihan rute jalan yang akan kita lewati akan berpengaruh besar. Bagi para pengendara baru, pilihan yang tersedia hanyalah mengambil jalan-jalan besar dengan resiko bergelut dengan kemacetan. Namun bagi para pengemudi yang lebih mengetahui seluk beluk Jakarta, jalan tikus bisa menjadi alternatif lain. Hampir dapat dipastikan, rasio terjadi kemacetan pada jalan tikus jauh lebih kecil dibandingkan jalan-jalan protokol, walaupun kita juga tidak bisa memacu kendaraan dengan cepat seperti pada jalan-jalan besar tersebut jika tidak macet.</div><div><br />
</div><div>Seringkali juga, untuk mencapai tempat tujuan kita, tersedia lebih dari satu pilihan rute jalan, dengan pertimbangan masing-masing. Sebagai contoh, kalau gue pribadi punya dua rute utama kalau mau pergi ke kampus. Dan ketika kita memilih satu rute jalan, mau gak mau, macet atau lancar, kita harus menempuh sisa perjalanan kita. Walaupun secara terpaksa.</div><div><br />
</div><div>Kadang ketika kita sudah melihat kemacetan parah di kejauhan, kita mengumpat kepada diri sendiri dan menyesali keputusan rute yang kita ambil. Hal ini pun sering terjadi kepada gue. Gue sering juga berpikir, apakah rute yang satunya lagi semacet ini atau tidak. Kalau gue mengambil rute yang satu lagi, apa sekarang gue udah sampai ke kampus? Apa kalau gue ambil rute yang satunya lagi, gue akan terbebas dari kemacetan yang sekarang gue derita? Dan percayalah, pikiran macam itu lumayan menyebalkan.</div><div><br />
</div><div>Seiring seringnya gue bergelut dengan kemacetan di Jakarta, gue semakin melupakan penyesalan-penyesalan gue dalam memilih rute. Rute yang sekarang kita jalani, rute yang macet ini, adalah pilihan kita sendiri. Suka atau tidak suka. Percuma memikirkan apa yang akan terjadi jika kita memilih rute yang satu lagi, karena faktanya kita sudah memilih rute yang ini dan kita ga mungkin kembali kecuali melawan arah arus lalu lintas. Which is NOT recommended.</div><div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQfcpDn8ayHQwrmW2z0gKV7wZTwZ4b9AaCwOqDIEvTP1x39u_X4" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQfcpDn8ayHQwrmW2z0gKV7wZTwZ4b9AaCwOqDIEvTP1x39u_X4" /></a></div><br />
<br />
</div><div>Memang, kadang pilihan yang kita ambil harus kita jalani. Susah ataupun lancar. Santai ataupun penuh perjuangan. Panas dan berdebu. Karena bagaimanapun pada akhirnya, toh kita juga akan sampai ke tujuan. Cepat atau lambat.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTv7SjbwrddpDNEGndpTg39Pt1z5hs5z7XcDpOX1MlF5hHSRgnb" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTv7SjbwrddpDNEGndpTg39Pt1z5hs5z7XcDpOX1MlF5hHSRgnb" /></a></div><br />
</div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-11209993166227407172011-12-28T19:16:00.000+07:002011-12-28T19:16:35.219+07:00How I Met Your MotherSuasana liburan! Liburan adalah sesuatu yang unik, waktu kosong yang panjang membuat seseorang bebas memilih untuk mengisinya dengan kegiatan apa. Bagi kebanyakan orang, travelling menjadi pilihan. Atau menjalani hobi mereka. Dan bagi mereka yang terdampar di rumah... Hiburan rumah juga menarik kok.<br />
<br />
Kali ini, seperti biasa, gue masuk kelompok ketiga. Tapi hiburan gue bukan lagi sekedar novel atau video game. Gue sedang kecanduan sebuah sitkom baru berjudul How I Met Your Mother. Sejujurnya, gue juga lagi kecanduan sama SNSD, tapi itu sebuah cerita yang lain...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRQPIT27SBzz0CuDCZdKuDh-kgH4KH0qrpLdDyK3UT8uvfUFiY4-w" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="198" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRQPIT27SBzz0CuDCZdKuDh-kgH4KH0qrpLdDyK3UT8uvfUFiY4-w" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Sekilas tentang serial ini, HIMYM sudah memenangi lima penghargaan Emmy, dan didaulat banyak orang sebagai sitkom terbaik Amerika sejak serial Friends. Berkisah tentang lima orang sahabat (Ted, Marshall, Lily, Robin, dan Barney) dalam kilas balik karakter utama, Ted Mosby, menceritakan anak-anaknya bagaimana ia bertemu dengan ibu mereka.</div><br />
<a name='more'></a>Diselingi dengan banyak tawa, gue belajar sesuatu tentang relationship dari dua orang dewasa dari serial ini. Secara tersirat, terdapat suatu budaya dalam orang barat yang mengsakralkan kata "I love you" atau "Aku cinta kamu" dalam bahasa Indonesia. Karakter Robin secara terang-terangan menyatakan kesulitannya untuk mengucapkan pengakuan tersebut, bahkan kepada pacarnya sendiri saat itu, Ted Mosby. Ted yang dalam suatu adegan mengangkat telepon dari sahabatnya Marshall, berpura-pura kalau telepon itu adalah dari kekasihnya, dan menutup telepon setelah mengucapkan I love you. Lily yang saat itu adalah istri dari Marshall menanggapi perkataan Ted dengan sedikit terkejut.<br />
<br />
Terlihat dari sini, bahwa budaya barat bahkan lebih terbiasa untuk memulai suatu hubungan terlebih dahulu ketimbang menyatakan cinta. Karena bagi mereka, pengucapan cinta adalah suatu hal yang sakral. Hubungan yang baru berjalan dua bulan masih didasari hanya dari ketertarikan fisik, bukan sebuah perasaan cinta. Dikutip dari <a href="http://hitmansystem.com/">Hitman System</a>, cinta tumbuh adalah karena perasaan saling memiliki, dan tentunya setelah investasi berbentuk waktu, tenaga, dan uang dalam suatu hubungan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ3dYe99LAwuEKI0AT_GBSLhMPRlYd7XD9evxwuBGBwDSbS8ymB2b1sxzHqBA" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ3dYe99LAwuEKI0AT_GBSLhMPRlYd7XD9evxwuBGBwDSbS8ymB2b1sxzHqBA" /></a></div><br />
<br />
Jika boleh jujur, mari kita bandingkan dengan budaya yang ada di negara kita sendiri. Untuk memulai suatu hubungan, "lazim" bagi para kaum pria untuk menyatakan "cinta" kepada kaum wanita, barulah mereka menyandang status berpacaran. Hal yang sama ditunjukkan dalam serial HIMYM di serial yang paling pertama. Ted yang menyatakan "I love you" pada Robin di kencan pertama mereka, ditendang secara tragis oleh Robin, dan Ted sendiri berulang kali menyatakan bahwa itu adalah kesalahan tolol dan besar, salah satu yang terbesar dalam hidupnya. Terlihat kan perbedaannya?<br />
<br />
Dengan segala hormat, gue mau mengajak semua pembaca untuk membuka pikirannya dan mulai berpikir rasional. Cinta orangtua kita yang telah bersama selama puluhan tahun, walaupun didera berbagai masalah dan kesulitan, jelas bisa dikatakan cinta. Tetapi jika saya mendengar kata cinta dari mulut seorang gadis yang mengenal saya dalam hitungan bulan?<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQSzVXpuXsbLy6rae45E5-PDo6iNO1JK_p5mReY-cdc2P_wDamPQw" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQSzVXpuXsbLy6rae45E5-PDo6iNO1JK_p5mReY-cdc2P_wDamPQw" /></a></div><br />
<br />
Pada akhirnya semua terserah kepada anda. Gue tetap berdiri pada pendirian, untuk tidak menurunkan derajat kata cinta. Mari kita hindarkan kata cinta tercatat dari sejarah sebagai pergeseran makna dalam bentuk generalisasi.<br />
<br />
P.S : Serial HIMYM ini benar-benar wajib tonton. Sangat-sangat menghibur. Kualitasnya kelas legen... *wait for it* .. dary!<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTS4Dmz2X4MjGMe9S4AUEW2yDtWIdj1UH9IhPmVFABKGhxWCvG9Gw" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTS4Dmz2X4MjGMe9S4AUEW2yDtWIdj1UH9IhPmVFABKGhxWCvG9Gw" /></a></div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-80421600804395828882011-12-25T13:19:00.000+07:002011-12-25T13:19:45.282+07:00Gelora Bung KarnoAaahhhh.... Udah lama banget vakum dari nulis di blog. Ada beberapa alasan mengapa gue berhenti nulis blog untuk sementara, juga ada beberapa momen yang seharusnya bisa dijadikan ajang kreativitas penulisan blog, dan terlewatkan.<br />
<br />
Untuk tulisan kali ini, gue mau ngangkat sebuah event yang udah lewat, tapi belum terlalu lama dan gue harap masih segar di ingatan para pembaca semua : SEA Games XXVI. Tentu saja gue (dan 200 juta warga negara Indonesia lainnya) sangat bahagia dengan keberhasilan Indonesia menjadi juara umum... Tapi hal itu terasa kurang lengkap tanpa kehadiran medali emas dari cabang olahraga kegemaran mayoritas umat manusia di muka bumi, sepakbola.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT51BGgD_TrfNRQEvbDLEKMxviqxdkPQF9XXBh-4SP1aajyXeNNGQ" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT51BGgD_TrfNRQEvbDLEKMxviqxdkPQF9XXBh-4SP1aajyXeNNGQ" /></a></div><br />
Tanpa mengecilkan peran atlit-atlit olahraga dari cabang lain, yang dengan luar biasa meraih ratusan medali emas untuk membawa Indonesia menjadi juara umum, gue lumayan terpukul saat Indonesia dikalahkan Malaysia lewat adu pinalti di babak final setelah 120 menit berbagi skor 1-1. Tentu, banyak pendapat lain yang mengatakan kalau sepakbola hanya mungkin menyumbang satu medali emas walaupun medali emas tersebut diberikan kepada sekitar 20 orang, dan prestasi atlit olahraga dari cabang, misalkan saja atletik atau bowling atau sepatu roda, lebih patut diacungi jempol. Tapi di sini gue tetap pada pendirian gue sejak awal. <br />
<a name='more'></a>Mengutip kata-kata dari Bill Shankly, manajer legendaris Liverpool era 60 dan 70an,<br />
<br />
<h1 style="background-color: #edf1f7; color: #003399; font-family: Arial, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;">Some people think football is a matter of life and death. I assure you, it's much more serious than that</h1><div><br />
</div><div>yang jika diterjemahkan kira-kira artinya begini : sebagian orang berpikir kalau sepakbola itu perkara hidup dan mati. Saya yakinkan anda, sepakbola jauh lebih dari itu.</div><div>Well, ga segitunya juga sih... Tapi fanatisme gue dan sebagian besar rakyat Indonesia terhadap sepakbola memang segitu besarnya, dan sekali lagi gue mau minta maaf kepada semua rakyat Indonesia yang ga terlalu suka dengan sepakbola, maupun kepada para atlit SEA Games cabang lainnya, tetapi bagi kami juara umum tanpa medali emas dari cabang sepakbola terasa seperti sayur tanpa garam. Hambar.</div><div><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQm-vcKFslR61oe7TZDHSi41YWJaq7UACE_B7X8yPcd8IkfK5C9" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQm-vcKFslR61oe7TZDHSi41YWJaq7UACE_B7X8yPcd8IkfK5C9" /></a></div><div><br />
</div><div>Setelah kekalahan adu penalti dari musuh bebuyutan kita, si tetangga Malaysia, gue sempat termenung sebentar. Masih berpikir apakah kenyataan kalau kita sekali lagi kalah di babak final dari musuh yang sama di ajang yang berbeda (Piala AFF tahun 2010 lalu) adalah benar-benar suatu kenyataan. Ternyata ini memang benar-benar terjadi, dan memang betul kalau kenyataan terkadang pahit adanya. Lalu gue melihat kembali ke layar TV. Tampak wajah kecewa dari puluhan ribu suporter Indonesia yang memadati stadion sepakbola kebanggaan kita, Gelora Bung Karno atau biasa disingkat GBK.</div><div><br />
</div><div>Secara kebetulan, niat gue untuk menonton pertandingan timnas secara langsung di GBK, selalu saja kandas oleh rencana-rencana kesibukan yang lainnya. Alhasil, satu-satunya alternatif adalah menonton layar kaca. Dan di sini saya gue membuka sedikit rahasia kepada anda, para pembaca. Gue selalu meneteskan air mata setiap kali lagu Indonesia Raya dinyanyikan oleh semua orang di GBK dengan penuh kebanggaan... Sama sekali ga kebayang apa yang akan terjadi kalau saat itu gue bener-bener berada di GBK.</div><div><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://panel.mustangcorps.com/admin/fl/upload/files/Ina_sin(2).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="215" src="http://panel.mustangcorps.com/admin/fl/upload/files/Ina_sin(2).jpg" width="320" /></a></div><div><br />
</div><div>Sesuatu yang sudah terjadi memang tidak bisa diulang, apalagi diperbaiki. Tapi kita para suporter tahu betul, kalau para pemain di lapangan sudah memberikan yang terbaik. Di Twitter, dukungan kepada para pemain mengalir dengan deras. Semua memuji kerja keras mereka dan mendoakan yang terbaik di masa depan, karena para pemain yang tampil adalah usia U-23, yang berarti karir sepakbola mereka baru saja akan memasuki puncaknya. </div><div><br />
</div><div>Kalau memang sepakbola belum menjadi sebuah perkara hidup dan mati, mungkin sepakbola bisa jadi pemersatu bangsa yang sedang memasuki era kelam dengan segala masalah dan kondisinya yang carut marut. Nasionalisme kecil di GBK bisa menjadi saksi, bagaimana pemuda pemudi dari berbagai etnis, golongan, dan suku bangsa, menanggalkan atribut masing-masing untuk mendukung tanah tumpah darah kita bersama, Indonesia.</div><div><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRtWiEvYrUkbEP4iBhDHvdlm1tJoS8FOXShPEYnqWVQY28hHo-H" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRtWiEvYrUkbEP4iBhDHvdlm1tJoS8FOXShPEYnqWVQY28hHo-H" /></a></div><div><br />
</div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-8652438703436710532011-08-29T21:36:00.000+07:002011-08-29T21:36:56.214+07:00PerubahanSelamat Hari Lebaran! Mohon maaf lahir dan batin. Ucapannya aja duluan kali ya? Toh belum tau tanggal pastinya.. :)<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhng3vJYHHGxdBQj20sJaHSgqqkHSpejjZNZ3k6Zhq4CZEnQxPEFaFq1gNcGO-QCEwZ7L_xB-WAcxb4oyTrFL5kT3W5XrppWjhdkEo5Ej5eOxxF9XIbB92inIJHydTPWRqJLwJANFp8psM9/s400/Kartu+Sms+Lebaran+Terbaru.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="224" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhng3vJYHHGxdBQj20sJaHSgqqkHSpejjZNZ3k6Zhq4CZEnQxPEFaFq1gNcGO-QCEwZ7L_xB-WAcxb4oyTrFL5kT3W5XrppWjhdkEo5Ej5eOxxF9XIbB92inIJHydTPWRqJLwJANFp8psM9/s320/Kartu+Sms+Lebaran+Terbaru.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Seperti lebaran di tahun yang lalu-lalu, masih ada aja kontroversi soal jatuhnya tanggal 1 Syawal di kalender masehi kita. Kali ini antara tanggal 30 dan 31 Agustus. Versi yang berbeda-beda mengenai kepastian hari lebaran, udah pasti memicu perdebatan dimana-mana. Satu komentar yang cukup menyentil di twitter gw baca, kira-kira begini isinya : "Kecewanya itu lebih karena pemerintah ga berbuat apa-apa dari tahun ke tahun, begini lagi dan lagi."</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"></div><a name='more'></a>NAH!! Masyarakat pun sampe bosen sama "drama" ini. Setiap tahun sama aja. Kesalahan yang sama terus berulang. Tujuannya? Emangnya ga ada perbaikan?<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Perubahan memang selalu terjadi. Ga masuk akal kan, kalau kita ga mau merubah tindakan kita, tapi mau hasilnya aja yang berubah. Logikanya adalah, kalau kita terus melakukan hal yang sama, hasilnya pasti sama pula. Kalau mau hasilnya berubah, tindakannya juga harus dirubah. Tindakan sama tapi pengen hasilnya aja berubah, apa namanya kalau bukan gila? </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGpyR-n9WhncRSZ3iDzwkfXuXpEF_0xbbvxXL9iri-IcBqJUsn1XZuMwYIET4YpDMEx-eVTxfBGGMDUZhAOzcIymfT8xoCHl0FIJq1dqtbE-jyyReQ65QsVyjL94RuEhjnHSRTRDZBkbjw/s1600/perubahan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="196" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGpyR-n9WhncRSZ3iDzwkfXuXpEF_0xbbvxXL9iri-IcBqJUsn1XZuMwYIET4YpDMEx-eVTxfBGGMDUZhAOzcIymfT8xoCHl0FIJq1dqtbE-jyyReQ65QsVyjL94RuEhjnHSRTRDZBkbjw/s320/perubahan.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Masalahnya adalah, kebanyakan orang di luar sana lebih suka berkomentar dan mengkritik sesuatu tanpa tindakan yang nyata, termasuk gw juga. Dari dulu gw juga suka mengkritik soal kemacetan, tapi tetep aja bawa kendaraan pribadi, walaupun cuma motor. Suka mengkritik soal banjir, tapi masih suka buang sampah sembarangan. Masih suka nyinyir sana sini soal kebijakan pemerintah juga.. Walaupun yang satu itu, ga bisa ikut turun tangan.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Tulisan ini mungkin lebih kepada catatan buat gw sendiri. Yang lain tentu saja boleh ikutan nyimak. Perubahan yang dikehendaki, pasti butuh perubahan dari diri kita terlebih dahulu. Kalau mau nilai naik ya harus usaha. Entah belajar, nyontek, nyogok dosen. Ga mungkin cuma santai-santai ongkang-ongkang kaki terus dapat A. Iyalah, ga bakal mungkin.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Kalau udah usaha dan ternyata gagal, itu lain ceritanya. Belajar mati-matian dan pas hari ujian sakit DBD. Nyontek ketahuan dan kertas ujian disobek. Nyogok dosen ditolak, malah dikasih E. Itu gimana? Yang penting udah usaha... Hal-hal yang di luar kendali kita ga usah dipikirin.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Satu lagi resep kecil buat kebahagiaan. Usaha yang maksimal demi perubahan yang dikehendaki, tapi jangan coba merubah hal yang ga mampu kita rubah. Karena pada akhirnya, setiap jiwa manusia hanya mengejar kebahagiaan dalam hatinya, selama hidupnya, sepanjang usianya.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://usnaziqyah.blog.man9-jkt.sch.id/files/2011/01/simbol-kebahagiaan1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://usnaziqyah.blog.man9-jkt.sch.id/files/2011/01/simbol-kebahagiaan1.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br />
</div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-51014849668773927902011-08-17T19:52:00.001+07:002012-09-28T21:42:42.696+07:00Pilihan HatiHidup itu pilihan. Yep, peribahasa ini sering banget gw denger. Pilihan yang kita ambil, apapun itu, semuanya terserah kita. Karena ini hidup kita, kita sendiri yang menjalani. Karena itu, apapun yang terjadi pada kita adalah hasil dari pilihan kita sendiri, dan bertanggungjawablah atas itu.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiShMXVrIo-UfMETPFpjCqIiJJ2KVQqiqleMPjYn4RDIkspIMVwiwYpNemt6KFs6uqy806qCh1DFs2UNA6xoym5XRWyx9OPE2CA_DgUjqyPJ8jOAbog9b3dMOZ9XMqLPG2tPxOaVRp6ldY/s1600/pilihan1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiShMXVrIo-UfMETPFpjCqIiJJ2KVQqiqleMPjYn4RDIkspIMVwiwYpNemt6KFs6uqy806qCh1DFs2UNA6xoym5XRWyx9OPE2CA_DgUjqyPJ8jOAbog9b3dMOZ9XMqLPG2tPxOaVRp6ldY/s1600/pilihan1.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
</div>
<div style="text-align: left;">
Andaikan kita dihadapkan pada suatu pilihan yang menyangkut hati : berpisah dengan masih menyimpan perasaan satu sama lain, atau tetap bersama terikat sebuah status, namun tersiksa dengan setiap persoalan setiap hari, karena ekspektasi yang tak kunjung tercapai? Pilihan yang tidak mudah pastinya.</div>
<a name='more'></a><br />
Ketika seseorang menjadi begitu penting dalam hidup kita, kita mulai menaruh harapan kita kepadanya. Kita mengharapkan perhatian, perlakuan manis, pengertian, dan hal-hal lain yang kita dambakan dari sebuah hubungan yang sempurna. Sebuah hubungan ilusi, yang mungkin hanya bertahan satu-dua minggu pada periode kasmaran. Saat-saat dimana bangun pagi terasa begitu indah, dan tidur malam dengan hati berbunga-bunga.<br />
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Seiring berjalannya waktu, kedekatan yang ada akan menghasilkan duri. Duri yang ditimbulkan karena jarak hati yang bergesekan. Duri yang dipupuk dari setiap masalah lain dari hidup yang bertumpuk, tak terselesaikan, dan parahnya, tak dapat disuarakan. Yang terpendam jauh di dasar hati. Yang akhirnya menjadi senjata untuk menyerang yang terkasih.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.w5pie.net/images/hope.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://www.w5pie.net/images/hope.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Ketika manusia tak dapat menerima kenyataan, mereka akan marah. Marah dan menyerang sekelilingnya, terutama sumber kekecewaannya. Perhatian yang tak kunjung datang, kata-kata manis yang tidak sempat didengar, cinta yang tak dipertunjukkan secara nyata... Kita marah, karena kenyataan yang berjalan tidak sesuai dengan keinginan kita. Di satu sisi, kita tahu kalau kita telah gagal. Namun diri kita tak mau menerima. Jadilah dalam kemarahan, kita menyakiti tempat kita menggantungkan harapan gagal tersebut, yang mungkin sebenarnya adalah orang terakhir di dunia yang ingin kita lihat menangis.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Sekali lagi, penyesalan selalu datang terlambat. Hanya saja kita terkadang lupa. Dengan kebijaksanaan yang terbatas, manusia akan lupa pada sesuatu saat yang baru datang. Dan saat penyesalan kembali berbalik menuju kita, kita tahu, sudah terlambat untuk berubah.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Menyesal karena sesuatu yang telah terjadi, karena pilihan yang kita ambil, sudah pasti sangat tidak bijaksana. Yang bisa kita lakukan hanyalah bersyukur atas semua yang telah terjadi. Toh, momen-momen indah yang terjadi, adalah suatu anugerah tersendiri. Pastikan saja kalau kita tidak membuat kesalahan yang sama di masa yang akan datang, jika tidak ingin dicibir keledai.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Tulisan ini gw tulis dengan hati yang patah... Jangan kuatir. Kebahagiaan nya gw ga bagi, kesedihannya pun ga akan. Biarkan kami tanggung sendiri. :)</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Satu hal aja. Cintai semua orang di sekelilingmu, tanpa mengharap imbalan. Karena tidak akan ada yang tahu, kapan mereka tak lagi di sisimu...</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://z4li.files.wordpress.com/2011/05/tanda-tanda-hubungan-jadi-pelarian.jpg?w=570&h=346" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="196" src="http://z4li.files.wordpress.com/2011/05/tanda-tanda-hubungan-jadi-pelarian.jpg?w=570&h=346" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-32756745925129745192011-08-11T14:54:00.001+07:002011-08-11T15:01:48.480+07:00Short StoriesBelow is a list of stories taken from <a href="http://paulocoelhoblog.com/">Paulo Coelho's Blog</a>. He is my favorite writer, author, poet, artist, or whatever you may call it. Just read them, and you will find them not just inspirational, but can also bring peace to your mind and soul... And please, spread this link/page if you care enough to let other people read these.<br />
<br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 16px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">How To Level Out The World</span></b></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"></span><br />
<center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><br />
</span></center><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><img alt="" height="200" src="http://i52.tinypic.com/iclojk.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" width="177" /></span></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;">Once when Confucius was traveling with his disciples, he heard about a very intelligent boy who was living in a particular village.</span></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;">Confucius went to speak with him and asked him jokingly:</span></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;">‘How would you like to help me correct all the irregularities and inequalities in the world?’</span></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;">‘But why?’ asked the boy.</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;">‘If we flattened the mountains, the birds would have no shelter. If we filled up the deep rivers and the sea, the fish would die. The world is vast enough to cope with differences.’</span></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;">The disciples left feeling greatly impressed by the boy’s wisdom. But Confucius said:</span></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;">‘I’ve known many children who, instead of playing and doing the things appropriate to their age, were busy trying to understand the world.</span></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;">‘ Not one of those precocious children did anything of any great significance later in life because they had never experienced the innocence and healthy irresponsibility of childhood.’</span></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><br />
</span></div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">The One Who Cared Most</span></b></span></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><br />
</span></div><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" height="200" src="http://i52.tinypic.com/18ya2v.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" width="146" /></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The writer Leo Buscaglia was once invited to be on the jury of a school competition to find ‘the child who cared most for others’.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The winner was a boy whose neighbour, a gentleman of over eighty, had just been widowed.<br />
When he saw the old man sitting in his garden crying, the boy jumped over the fence, sat on the man’s lap and stayed there for a long time.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">When he went back home, his mother asked him what he had said to the poor man.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘Nothing,’ said the boy. ‘He’s lost his wife and that must have really hurt.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“I just went over to help him to cry.”</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;"></span></b></div><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;"><br />
</span></b><br />
<div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">The Game of Chess</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" src="http://i51.tinypic.com/2vkysk6.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><em style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Illustration by <a href="http://kencrane.weebly.com/" style="color: #2277dd; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;"><strong style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Ken Crane</strong></a></em></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
A young man said to the abbot of a monastery:<br />
<br />
‘I would really like to become a monk, but I have learned nothing of importance in my life. My father only taught me how to play chess, and I was told that all games are sinful.’<br />
<br />
The abbot called for a chessboard and summoned a monk to play with the young man. However, before the game began, he added:<br />
<br />
‘We also need diversion, but we will have only the best players here. If our monk loses, he will leave the monastery, thus creating an opening for you.’<br />
<br />
The abbot was deadly serious.<br />
The young man played an aggressive game, but then he noticed the saintly look in the monk’s eyes, and from then on, he began to play deliberately badly.<br />
He decided that he would rather lose because he felt that the monk could prove far more useful to the world than him.<br />
<br />
Suddenly, the abbot overturned the chessboard onto the floor.<br />
<br />
‘You learned far more than you were taught,’ he said. ‘You have the powers of concentration necessary to win and you are capable of fighting for what you want, but you also have compassion and the ability to sacrifice yourself for a noble cause.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘ You have shown yourself capable of balancing discipline and mercy; welcome to our monastery!’</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><a name='more'></a><br />
<br />
<div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;"><b>Careful With Your Work</b></span></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" src="http://i54.tinypic.com/167p8qo.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><em style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Illustration by <a href="http://kencrane.weebly.com/" style="color: #2277dd; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;"><strong style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Ken Crane</strong></a></em></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">As a boy, Abin-Alsar overheard a conversation between his father and a dervish.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Careful with your work”, said the dervish. “Think of what future generations will say about you.”<br />
“So what?”, replied his father, “When I die, everything shall end, and it will not matter what they say.”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Abin-Alsar never forgot that conversation.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">During his whole life, he made an effort to do good, to help people and go about his work with enthusiasm.<br />
He became well-known for his concern for others.<br />
When he died, he left behind a great number of things which improved the quality of life in his town.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">On his tombstone, he had the following epitaph engraved:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“A life which ends with death, is a life not well spent.”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Covering The Sun</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" height="152" src="http://i56.tinypic.com/2i9jsht.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" width="200" /><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><em style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Illustration by <a href="http://kencrane.weebly.com/" style="color: #2277dd; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;"><strong style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Ken Crane</strong></a></em></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">A disciple went to Rabbi Nachman of Bratslav:<br />
– I shall not continue with my studies of sacred texts – he said. – I live in a small house with my brothers and parents, and never have the ideal conditions for concentrating on that which is important.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Nachman pointed to the sun and asked his disciple to place his hand over his face, in order to hide it.<br />
The disciple obeyed.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">– Your hand is small, yet it can completely cover the power, light and majesty of the great sun.<br />
“In the same way, the small problems manage to give you the excuse you need in order to hinder your progress along your spiritual journey.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Just as your hand has the power to hide the sun, mediocrity has the power to hide your inner light.<br />
“Do not blame others for your own incompetence.”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Insult The Dead</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" src="http://i56.tinypic.com/55klcm.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /></center><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><span class="Apple-style-span" style="font-size: 11px;">A novice went to Abbot Macarius seeking advice about the best way to please the Lord.</span><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- Go to the cemetery and insult the dead – said Macarius.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The brother did as he was told. The following day, he returned to Macarius.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- Did they respond? – asked the abbot.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The novice said no, they didn’t.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- Then go to them and praise them.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The novice obeyed. That same afternoon, he returned to the abbot, who again wished to know whether the dead had responded.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- No – said the novice.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- In order to please the Lord, behave as they do – said Macarius.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Pay no heed to the insults of men, nor to their praise; in this way, you shall forge your own path.”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">The Best Temptation</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" src="http://i54.tinypic.com/2131wrl.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /></center><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><em style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Illustration by <a href="http://kencrane.weebly.com/" style="color: #2277dd; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;"><strong style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Ken Crane</strong></a></em></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">A group of devils were trying to enter the soul of a holy man who lived near Cairo; they had already tempted him with Nubian women, Egyptian food, Libyan treasure, but nothing had worked.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">One day, Satan passed and saw his servants’ efforts.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- You’re hopeless – said Satan. – You haven’t used the only technique no one can resist; I’ll teach you.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">He went over to the holy man and whispered in his ear:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- Remember the priest who studied under you? He’s just been made Bishop of Alexandria.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Immediately, the holy man was filled with rage, and blasphemed against God’s injustice.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- The next time, use this temptation – said Satan to his subjects.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Men can resist almost everything, but they are always jealous of the victory of a fellow man.”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Chocolate</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" src="http://i56.tinypic.com/2mpya7n.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Two boys used to go to school together.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">One of them had a bad habit of stealing the chocolates from his friend’s bag.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">One day he felt guilty about what he was doing… So he wrote a letter as he didn’t have the courage to confess directly.<br />
“I have been stealing your chocolates… I’m sorry for that…’</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The other friend smiled reading it, and sent a letter back:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Don’t worry. I know about it… That’s why I keep chocolates in the same place in my bag…’</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Just Like Marriage</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 15px;">Nasrudin spent the entire autumn working his garden. The flowers had blossomed in the spring – and Nasrudin noticed a few dandelions appearing, which he hadn’t planted.<br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" />Nasrudin tore them up. But the pollen had already spread and others began to grow. He tried to find a weed killer which only killed dandelions. A specialist told him any type of poison would end up killing all the other flowers. In despair, he went to ask a gardener for help.<br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" />- It is like a marriage – said the gardener. – Along with the good things, a few little inconveniences always appear.<br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" />- What can I do? – insisted Nasrudin.</span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 15px;">- Learn how to love them . Although they are flowers you did not count on, they are still part of the garden.</span><br />
<div><span class="Apple-style-span" style="color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 11px; line-height: 15px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 11px; line-height: 15px;"><br />
</span></span><br />
<div><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 15px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 15px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">How Poor We Are</span></b></span></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"></span><br />
<center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><img alt="" src="http://i54.tinypic.com/14n217d.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /></span></center><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><em style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Illustration by <a href="http://kencrane.weebly.com/" style="color: #2277dd; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;"><strong style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Ken Crane</strong></a></em></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">One day a father of a very wealthy family took his son on a trip to the country with the firm purpose of showing his son how poor people live.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">They spent a couple of days and nights on the farm of what would be considered a very poor family.<br />
On their return from the trip, the father asked his son, “How was the trip?”<br />
“It was great, Dad”.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Did you see how poor people live?” the father asked.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Oh yes”, said the son.<br />
“So, tell me, what did you learn from the trip?” asked the father.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The son answered:<br />
“I saw that we have one dog and they had four.<br />
“We have a pool that reaches to the middle of the garden and they have a creek that has no end.<br />
“We have imported lanterns in our garden and they have the stars at night.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Our patio reaches to the front yard and they have the whole horizon.<br />
“We have a small piece of land to live on and they have fields that go beyond our sight.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“We buy our food, but they grow theirs.<br />
“We have walls around our property to protect us, they have friends to protect them.”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The boy’s father was speechless. Then his son added:<br />
“Thanks, Dad for showing me how poor we are.”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">A Saint in the Wrong Place</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; line-height: 19px;"><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘Why is it that some people can resolve the most complicated problems really easily, whilst others agonize over every tiny crisis and end up drowning in a glass of water?’ I asked.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Ramesh replied by telling the following story:</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘Once upon a time, there was a man who had been the soul of kindness all his life.<br />
When he died, everyone assumed that he would go straight to Heaven, for the only possible place for a good man like him was Paradise.<br />
The man wasn’t particularly bothered about going to Heaven, but that was where he went.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Now in those days, service in heaven was not all that it might be.<br />
The reception desk was extremely inefficient, and the girl who received him gave only a cursory glance through the index cards before her and when she couldn’t find the man’s name, she sent him straight to Hell.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">And in Hell no one asks to check your badge or your invitation, for anyone who turns up is invited in. The man entered and stayed.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Some days later, Lucifer stormed up to the gates of Heaven to demand an explanation from St Peter.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“What you’re doing is pure terrorism!” he said. “You sent that man down into Hell, and he’s completely undermining me! Right from the start, there he was listening to people, looking them in the eye, talking to them.<br />
“And now everyone’s sharing their feelings and hugging and kissing. That’s not the sort of thing I want in Hell! Please, let him into Heaven!’</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">When Ramesh had finished telling the story, he looked at me fondly and said:<br />
<br />
<em style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><strong style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘Live your life with so much love in your heart that if, by mistake, you were sent to Hell, the Devil himself would deliver you up to Paradise.’</strong></em></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif;"><b><i><br />
</i></b></span></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Body and Soul</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 19px;"><center style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" src="http://i54.tinypic.com/34j2dy8.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /></center><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /> <br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /> <br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" />In the middle of a storm, a pilgrim reaches an inn and the owner asks where he is going.<div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“I’m going to the mountains,” he answers.</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Forget it,” says the innkeeper, “it’s a risky climb, and the weather is awful.”</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“But I’m going up,” answers the pilgrim.”It is my dream”.</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“If my heart got there first, it will be easy to follow it with my body.”</div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Would Anyone Know the Difference?</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" src="http://www.clipartguide.com/_named_clipart_images/0511-0904-0419-5878_Man_Buying_a_Theater_Ticket_clipart_image.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">A friend tells me the story of a father who took his two boys to play mini-golf. At the ticket office he wanted to know the price.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- Five coins for adults, three for those over six years. Under six years entry is free.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- One of them is three, the other seven. I’ll pay for the oldest.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- You are silly – said the ticket seller. You could have saved three coins, saying that the oldest was under six; I would never have known the difference.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- That may be, but the boys would know. And they would remember the bad example for ever.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Keeping Friends</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
<img alt="" src="http://us.cdn3.123rf.com/168nwm/lightkeeper/lightkeeper0906/lightkeeper090600022.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /></div></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">When she was eleven years old, Anita went to her mother to complain.<br />
“I can’t manage to have friends. They all stay away from me because I’m so jealous.”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Her mother was taking care of newly-born chickens, and Anita held up one of them, which immediately tried to escape.<br />
The more the girl squeezed it in her hands, the more the chicken struggled.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Her mother said: “try holding it gently.”<br />
Anita obeyed her. She opened her hands and the chicken stopped struggling.<br />
She began to stroke it and the chicken cuddled up between her fingers.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Human beings are like that too,” said her mother. “If you want to hold onto them by any means, they escape. But if you are kind to them, they will remain for ever by your side.”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Appointment in Bokhara</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">A merchant asked his servant to go to the market to buy some pieces of cloth.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Upon reaching the market, the servant saw his own Death shopping at the store near him.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Terrified, he ran back to the merchant’s house.<br />
“I have to leave now, “he said, almost crying. “I saw my death this morning in the market, and I have to escape. I will go to Bokhara, my village, to spend the weekend there. ”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The merchant accepts the plea of the servant, but is wary. He decides to go to the market, where he finds the Death of the servant.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Wow, you frightened my employee,” said the merchant.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“He also frightened me ” replied Death. “I never expected to find him around here as I have an appointment with him in Bokhara. ”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">True Importance</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 11px;">Jean was out walking with his grandfather in Paris.</span><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><span class="Apple-style-span" style="font-size: 11px;">At one point, they saw a shoemaker being insulted by a customer who claimed that there was something wrong with his shoes.</span><br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><span class="Apple-style-span" style="font-size: 11px;">The shoemaker calmly listened to his complaints, apologised and promised to make good the mistake.</span><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
Jean and his grandfather stopped to have a coffee.<br />
At the next table, the waiter asked a man if he would mind moving his chair slightly so that he could get by.<br />
The man erupted in a torrent of abuse and refused to move.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
‘Never forget what you have seen,’ said Jean’s grandfather.<br />
‘The shoemaker accepted the customer’s complaint, while this man next to us did not want to move.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘People who perform some useful task are not bothered if they hear some critics to their work, but people who do no useful work at all always think themselves very important and hide their incompetence behind their authority.’</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">The Porcupines and Solidarity</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" height="151" src="http://i51.tinypic.com/2u90jyo.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" width="200" /></div><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><em style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><strong style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Illustration by <a href="http://kencrane.weebly.com/" style="color: #2277dd; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;">Ken Crane</a></strong></em></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">During the Ice Age many animals died because of the cold. Seeing this situation, the porcupines decided to group together, so they wrapped up well and protected one another.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">But they hurt one another with their thorns, and so then they decided to stay apart from one another.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">They started to freeze to death again.<br />
So they had to make a choice: either they vanished from the face of the earth or they accepted their neighbor’s thorns.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">They wisely decided to stay together again. They learned to live with the small wounds that a very close relationship could cause, because the most important thing was the warmth given by the other.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">And in the end they survived.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Barbers Don't Exist</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><center style="font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" src="http://www.fadools-barber-shop.com/Barbers_and_Beauticians_Angry_client_prv.gif" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /></center><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">A man went to trim his hair and beard. As always happens, he and the barber chatted about this and that, until – commenting on a newspaper article about street kids – the barber stated:</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- As you can see, this tragedy shows that God doesn’t exist. Don’t you read the papers? So many people suffer, abandoned children, there’s so much crime. If God existed, there wouldn’t be so much suffering.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- You know something? Barbers don’t exist.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- What do you mean, don’t exist? I’m here, and I’m a barber.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- They don’t exist! – insisted the man. – Because if they did, there wouldn’t be people with such longs beards and such tangled hair.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- I can guarantee that barbers do exist. But these people never come in here.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">- Exactly! So, in answer to your question, God exists, too. It just so happens that people don’t go to Him. If they did, they would be more giving, and there wouldn’t be so much misery in the world.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">The Muddy Road</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; line-height: 19px;"><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><centerr style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="border-color: initial; border-style: initial;"><img alt="" height="160" src="http://i55.tinypic.com/103isxx.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" width="320" /></span></span><b><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif;"><br />
</span></b></centerr></div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Tanzan and Ekido were once travelling together down a muddy road. A heavy rain was still falling. Coming around a bend, they met a lovely girl in a silk kimono and sash, unable to cross the intersection.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Come on, girl,” said Tanzan at once.<br />
Lifting her in his arms, he carried her over the mud.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Ekido did not speak again until that night when they reached a lodging temple. Then he no longer could restrain himself.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“We monks can’t be near females,” he told Tanzan, “especially not young and lovely ones. It is dangerous. Why did you do that?”</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“I left the girl there,” said Tanzan. “Are you still carrying her?”</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">The Drunkard Disciples</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; line-height: 19px;"><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" height="258" src="http://i52.tinypic.com/21o2flk.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" width="320" /></div><center style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><em style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><strong style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Illustration by <a href="http://kencrane.weebly.com/" style="color: #2277dd; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;">Ken Crane</a></strong></em></center><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">A Zen master had hundreds of disciples. They all prayed at the right time, except one, who was always drunk.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The master was growing old. Some of the more virtuous pupils began to wonder who would be the new leader of the group, the one who would receive the important secrets of the Tradition.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">On the eve of his death, however, the master called the drunkard disciple and revealed the hidden secrets to him.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">A veritable revolt broke out among the others.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“How shameful!” they cried in the streets, “We have sacrificed ourselves for the wrong master, one who can’t see our qualities.”</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Hearing the commotion outside, the dying master remarked:<br />
“I had to pass on these secrets to a man that I knew well. All my pupils are very virtuous, and showed only their qualities. That is dangerous, for virtue often serves to hide vanity, pride and intolerance. That is why I chose the only disciple whom I know really well, since I can see his defect: drunkenness.”</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Memories and Salt</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" src="http://i53.tinypic.com/qphrwk.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">I arrive in Madrid at eight o’clock in the morning. I will only be here a few hours, so it’s not worth phoning friends and arranging to see them. I decide to go for a walk alone in my favourite places, and I end up sitting smoking a cigarette on a bench in the Retiro Park.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘You look miles away,’ says an old man, joining me on the bench.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘Oh, I’m here,’ I say, ‘but I’m sitting on this same bench with a painter friend of mine, Anastasio Ranchal, 24 years ago in 1986. We are both watching my wife, Christina, who has had a bit too much to drink and is trying to dance the flamenco.’</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘Enjoy your memories,’ says the old man.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘But don’t forget that memory is like salt: the right amount brings out the flavour in food, too much ruins it. If you live in the past all the time, you’ll find yourself with no present to remember.’</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Problems</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; line-height: 19px;"><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><img alt="" src="http://i51.tinypic.com/1zp1wtz.jpg" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" /><br />
<em style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><strong style="font-family: 'Lucida Grande', 'Lucida Sans', 'Lucida Sans Unicode', Verdana, Helvetica, Arial, sans-serif; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Illustration by <a href="http://kencrane.weebly.com/" style="color: #2277dd; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;">Ken Crane</a></strong></em></div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">There was once a well-known scholar, who lived in a mountain in the Himalayas. Tired of living with men, he had chosen a simple life and spent most of his time meditating.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">His fame, however, was so great that people were willing to walk narrow paths, climb steep hills, swim rivers – to meet the holy man who was believed to be able to resolve any trouble of the human heart.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The wise man said nothing but asked them to sit and wait. Three days passed, and more people arrived. When there was no room for anyone else, he addressed the people who were outside his door.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Today I will give the answer that everyone wants. But you must promise that, to have your problems solved, you will not tell the new pilgrims that I moved here – so that you can continue to live in the solitude you so much crave. Tell me your problems” .</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Someone began to speak, but was soon interrupted by others, as everyone knew that this was the last public hearing that the holy man was giving. The wise man let the situation be prolonged a little, until he cried, “Silence! Write your problems down and put the papers in front of me,” he said.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">When everyone finished, the wise man mixed all the papers in a basket, then said, “Keep this basket moving amongst you. Each of you will take a paper, and read it. You will then choose whether to keep your problems, or take the one given to you.”</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Each person took a sheet of paper, read it, and was horrified. They concluded that what they had written, however bad it was, was not as serious as what ailed his neighbor. Two hours later, they exchanged papers amongst themselves, and each one had to put their personal problems back into his or her pocket, relieved that their distress was not as hard as they once thought.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Grateful for the lesson, they went down the mountain with the certainty that they were happier than all the others, and – fulfilling the promise made – never let anyone disturb the peace of the holy man.</div><div style="font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><b><span class="Apple-style-span" style="font-size: large;">Together</span></b></div></span><span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #444444; line-height: 19px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif;"><span class="Apple-style-span" style="font-size: 11px;">Juan always attended Sunday services at his parish. But then he began to find that the pastor always said the same things, so he stopped going to church.</span></span><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"></div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">On a cold winter’s night two months later, the pastor paid him a visit.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“He must have come to try to convince me to go back,” Juan thought to himself. He imagined he could not tell the real reason: those boring sermons. He had to find an excuse, and as he was thinking he pulled two chairs up close to the hearth and began talking about the weather.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The pastor said nothing. Juan, after some vain attempts to start up a conversation, sat in silence too. They both sat there without speaking, just looking at the fire for close to half an hour.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Then the pastor rose, and with the help of a branch that had not yet burned, pulled an ember aside and placed it far from the fire.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">The ember, without enough heat to go on burning, began to go out. Juan quickly tossed it back into the middle of the fire.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Good night,” said the pastor, rising to leave.</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">“Good night and many thanks,” answered Juan. “No matter how bright it is, an ember removed from the fire will end up going out quickly.<br />
“No matter how clever a man may be, far from his neighbors he will never manage to conserve his heat and his flame.”</div><div style="font-family: 'Lucida Grande', Verdana, Arial, sans-serif; font-size: 11px; line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><br />
</div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Those are the some of the stories which have inspired me, a little or more. You can find more of them at <a href="http://paulocoelhoblog.com/">http://paulocoelhoblog.com</a> . And for one more time, please spread the stories, if you think someone is in need of them. Spread the love.</span></div><div style="line-height: 1.5em; margin-bottom: 13px; margin-top: 13px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><br />
</span></div></span></div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-68430699381190539462011-08-06T20:03:00.000+07:002011-08-06T20:03:02.712+07:00ZodiakAh! Akhirnya ngapdet blog lagi. Memang lagi sibuk abis, plus mumet mikirin mau nulis apa. Mohon maaf juga buat semua pembaca setia blog Open Another Mind ini, yang mungkin udah eneg nungguin postingan barunya... *berasa laku*<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://syahrilhafiz.com/blog/wp-content/uploads/2010/07/sibuk.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="127" src="http://syahrilhafiz.com/blog/wp-content/uploads/2010/07/sibuk.gif" width="200" /></a></div><br />
Anyway, gw mau bahas tentang suatu topik yang waktu itu pernah gw tulis secara singkat di akun twitter gw. Waktu itu pagi-pagi gw lagi kumat dan menuhin timeline orang, jadi daripada dapet diskusi yang asik, yang ada gw malah dimarahin... --"<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Siapa di sini yang ga tahu zodiak? Kalau yang percaya? Nah, yang freak? Okay, semuanya pasti ada. Gw pribadi, dari kecil, udah demen banget sama yang namanya zodiak. Gak tahu kenapa. Ide mengkotak-kotakkan manusia di bawah lambang-lambang tertentu, beserta kepribadian dan chemistrinya masing-masing, terlihat sangat seksi di benak gw. Bahkan sampai sekarang.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPJNsYlzy5TZMaxWB_SWGd88iXc9WYsLBlt0XARo5Q7qkl355skB4iSoCR17Q98j7bSgXdCopa_BqgPDtDn8JiTjfXvy3CgooICBMluVV5G6P008-1JnK5OBgdcyQMNnF9O95kGj_Q41Q/" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPJNsYlzy5TZMaxWB_SWGd88iXc9WYsLBlt0XARo5Q7qkl355skB4iSoCR17Q98j7bSgXdCopa_BqgPDtDn8JiTjfXvy3CgooICBMluVV5G6P008-1JnK5OBgdcyQMNnF9O95kGj_Q41Q/" width="320" /></a></div><br />
Ke-12 zodiak tersebut, yakni Capricorn, Aquarius, Pisces, Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagitarius. Setiap tanda memiliki kurun waktu sendiri, di mana setiap bayi yang lahir dalam kurun waktu Virgo, misalnya, otomatis akan bernaung di bawahnya. Dan tolong, lupakan rumor tentang Ophiuchus.<br />
<br />
Bacaan-bacaan tentang sifat dasar masing-masing zodiak, udah banyak banget gw lahap. Chemistry antar zodiak, kecocokan menjadi pasangan, kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan sebagainya. Dan semakin hari, gw semakin tenggelam ke dalamnya. Hanya untuk menemui, kalau yang namanya zodiak itu TIDAK 100% bener!<br />
<br />
Ya, MUNGKIN ada pengaruh dari rasi bintang pada waktu engkau dilahirkan yang mempengaruhi sifat bawaanmu. Memang ga kedengeran logis, tapi kenyataan membuktikan kadang mereka yang bernaung dalam satu lambang, memiliki sifat bawaan yang kurang lebih sama. Kebetulan? Entahlah. Yang pasti, gw sangat ga percaya kalau ada seseorang yang memiliki sifat persis seperti yang orang jabarkan tentang zodiaknya... Buat contoh paling deket, gw. Gw adalah Pisces. Katanya nih, Pisces itu pemalu, pemimpi, care, moody, dan agak lembek. Care dan moody, mungkin iya. Tapi coba tanyakan ke orang-orang terdekat gw, apa mereka pernah menilai gw sebagai pemalu dan orang yang lembek. :)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.deviantart.com/download/58664198/Pisces_wallpaper_by_terryrism.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="http://www.deviantart.com/download/58664198/Pisces_wallpaper_by_terryrism.jpg" width="400" /></a></div><br />
Lalu, buat apa ngikutin zodiak kalau memang salah? Nanti dulu. Ga semuanya salah kok. Yang gw cari dari zodiak bukanlah sebuah petunjuk buat mencari pasangan hidup gw, dan ramalannya pun ga gw pake buat planning hidup gw. It's just for fun, that's all. Kadang seneng aja, nemu deskripsi yang pas dengan zodiak kita. Kadang seneng aja, kalau kebetulan deskripsi sifat suatu zodiak kenalan kita, sama dengan kenyataannya. Ada kesenangan tersendiri juga saat bisa menebak kebiasaan, lagi-lagi berdasarkan zodiak.<br />
<br />
Pendapat gw pribadi, zodiak tetap bukanlah suatu faktor penting dalam pembentukan karakter seseorang. Menurut gw, yang PALING berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang adalah masa kecilnya. Gw memegang anggapan kalau setiap bayi itu bagai kertas putih polos yang di atasnya bisa kita isi dengan apapun. Anak yang dibiasakan memiliki waktu khusus untuk berbagi cerita dengan kerabat terdekatnya, sudah pasti akan tumbuh sebagai pribadi yang lebih terbuka, dibanding yang menjalani masa kecil dengan hubungan yang "formal" dengan orang tuanya. Dia yang selalu dihukum saat mengakui kesalahannya, pasti akan tumbuh berbeda, dengan anak yang dihargai setiap kejujurannya. Dan dia yang diajarkan untuk berempati kepada sesamanya, pasti akan lebih tergerak saat melihat kesulitan orang lain, dibandingkan yang terbiasa hidup hanya untuk dirinya sendiri.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://chelbryden.files.wordpress.com/2010/03/young-father_with_baby.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://chelbryden.files.wordpress.com/2010/03/young-father_with_baby.jpeg" width="320" /></a></div><br />
Sampai sekarang, gw masih percaya dengan zodiak. Yang punya twitter gw pasti sering liat gw retweet tweet-tweet demikian. Tapi memang suatu kepercayaan yang buta terhadap apapun ga bakal berujung baik. Kalau cuma buat hiburan, ambil senangnya, kenapa enggak? Tapi kalau suatu pola pikir udah merasuk begitu jauh ke dalam diri kita, dan menguasai setiap tindakan kita, do yourself a favor; slap yourself in the cheek.<br />
<br />
Seperti yang almarhum bokap gw pernah bilang, sesuatu yang berlebihan ga ada yang baik. Nothing too much is too good.Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-66809521736155405022011-07-04T01:06:00.002+07:002011-07-04T01:19:37.300+07:00Lorong WaktuMakin lama memang makin males ya buat nulis blog! Tapi gw janji, blog ini ga akan gw telantarkan. Cuma frekuensi ngepost aja yang makin jarang, tapi ga bakal gw tinggal mati. You guys just remember my promise...<br />
<br />
Belakangan hape gw suka error kalo ada sms masuk. Maklum, belum jadi pengguna BB... Jadi deh masih berkomunikasi lewat SMS. Memang masih berangan untuk pindah ke BB, biar lebih praktis, doakan saja ya... Anyway, balik ke masalah. Setiap masuk SMS, ga keluar notif, ga bunyi pula. Di kanan atas layar juga ga ada logo suratnya. Alhasil, gw banyak kena omel dari orang-orang yang SMS gw. Toh gw bukanya pun harus dari menu Message, secara manual.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.kampungtki.com/wp-content/uploads/sms3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="http://www.kampungtki.com/wp-content/uploads/sms3.jpg" width="320" /></a></div><br />
<br />
<a name='more'></a>Usut punya usut, ternyata penyebabnya adalah inbox yang memang udah kepenuhan. Kemaren itu udah mencapai angka 4000 SMS. Ya wajar lah ya kalo hape gw mulai ngerongrong... Jadilah misi penyortiran SMS dimulai! Yang penting disimpan, kebanyakan dihapus. Sekedar info, sekarang jumlah SMS di inbox gw tinggal 300an. Bukan berarti yang 3700 gw hapus, tapi banyak juga yang gw sortir ke folder-folder tertentu. Hufftt!!<br />
<br />
Sepanjang penyortiran yang panjaaaannng itu, gw jadi ngerasa balik lagi. Balik ke masa lalu. Gw masih inget, saat gw nerima SMS itu, gw lagi ngomongin apa, lagi di mana dan lagi ngapain, dan gimana hubungan gw sama si pengirim pesan. Lebih penting lagi, gw seakan bisa inget perasaan gw saat itu. Ga tergambarkan.<br />
<br />
Walaupun ngabisin waktu sekitar dua harian, tapi gw sangat enjoy sama kegiatan ini. Gw seakan menembus lorong waktu, balik lagi ke diri gw yang dulu. Menertawakan kesalahan-kesalahan ngomong yang dulu gw lakukan. Dan juga orang-orang yang dulu deket sama gw. Melalui perjalanan SMS, gw bisa ngeliat bagaimana mereka dulu bisa nyaman dan cerita-cerita sama gw, bisa ketawa-ketawa bareng lewat SMS... Tapi sekarang udah jarang denger kabarnya.<br />
<br />
Banyak juga yang sekarang hubungannya sama gw udah ga deket. Entah ada konflik, ada ga enak, atau apalah. Agak sedih juga baca pesan-pesan yang ada, yang seakan berkata, "Dulu kita pernah deket loh! Kita pernah ketawa dan sedih bareng! Kita dulu nyaman! DULU..."<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1n6vQC6ideGTTETTvnuRcdFJWdsvRqE6-7SfwUDdY_PhyY-x7R2dfEyjFYHL-Pe0KlokcqkiFejUF_eMJ66yj50iqheS6WQuVX7TnY2itYf0FlMH-KD1V8h-CVbwuge40zucjibflxir0/s1600/bertengkar1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1n6vQC6ideGTTETTvnuRcdFJWdsvRqE6-7SfwUDdY_PhyY-x7R2dfEyjFYHL-Pe0KlokcqkiFejUF_eMJ66yj50iqheS6WQuVX7TnY2itYf0FlMH-KD1V8h-CVbwuge40zucjibflxir0/s200/bertengkar1.jpg" width="193" /></a></div><br />
Alhasil, belakangan gw galau abis. Ya bukan galau juga sih, tapi tepatnya jadi lebih banyak diem dan mikir. Betapa seiring waktu berjalan, banyak hal yang bisa berubah. Hubungan yang sekarang baek-baek dan adem ayem aja, di masa yang depan siapa yang tahu. Dari temen deket bisa ga ngomong. Dari gebetan jadi selingkuhan. Dari pacar jadi sahabat. Who knows? :)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://jurawo.files.wordpress.com/2011/03/change.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://jurawo.files.wordpress.com/2011/03/change.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><br />
Gw pribadi entah kenapa bersyukur banget bisa menjalani momen kayak gini. Seakan jadi refleksi diri gw. Kayak kata pepatah, "Yang abadi hanyalah perubahan." Mungkin gw belom bener-bener sadar arti pepatah ini, tapi yang pasti gw udah liat hasilnya dengan jelas. Semua bisa berubah secara drastis, bahkan ke arah yang ga mungkin kita perkirakan sebelumnya. Semua hubungan dan kerja keras kita untuk membangunnya, bisa hancur dalam sekejap dengan satu kesalahan kecil. Pada akhirnya, memang yang abadi hanya perubahan, bukan relasi atau hubungan...<br />
<br />
Kalau ada satu hal yang boleh terus gw tanamin di hati, gw akan milih untuk ga ngelupain semua yang telah terjadi dengan orang-orang di sekeliling gw. Masa-masa indah yang pernah kami lewatin bersama. Betapa hubungan kami harmonis saat itu, walaupun sekarang udah berubah. Karena semua orang ga ada yang sempurna, dan semua bisa melakukan salah. Tapi kita semua masih belajar.<br />
<br />
Dan satu lagi.... Hargailah yang kita punya sekarang. Karena kita akan merasakan penyesalan, hanya setelah kehilangan. Penyesalan, memang selalu datang terakhir. Ia selalu terlambat.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://aineepunya.files.wordpress.com/2010/10/bersyukurlah.jpg?w=423&h=194" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://aineepunya.files.wordpress.com/2010/10/bersyukurlah.jpg?w=423&h=194" /></a></div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-7373548004911942122011-06-28T17:54:00.000+07:002011-06-28T17:54:46.898+07:00Jadilah Egois!<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://images.catatanq609.multiply.com/image/klbtYRJlvGxd-53UP0LOXA/photos/1M/orig/329/alasan-dan-tujuan-ngeblog-anda.jpg?et=NoLNnTVGcjGRfvU25IkE%2Bw&nmid=0" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://images.catatanq609.multiply.com/image/klbtYRJlvGxd-53UP0LOXA/photos/1M/orig/329/alasan-dan-tujuan-ngeblog-anda.jpg?et=NoLNnTVGcjGRfvU25IkE%2Bw&nmid=0" width="200" /></a></div><div style="text-align: center;">Mari ngobrolin tentang hidup, sekali lagi... </div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: left;">Kalau ditanya, mengapa Tuhan menciptakan manusia di dunia ini, memang ga ada yang tahu. Semua tahu, kita hidup dengan suatu tujuan besar. Ga mungkin dong, Tuhan nyiptain manusia dan ditaruh di dunia fana yang kejam ini buat iseng-iseng doang, gara-gara ga ada kerjaan? Ya, setiap manusia pasti lahir dan hidup dengan membawa suatu tujuan tertentu. Tapi memang ga ada yang tahu. Justru katanya, sepanjang hidup kita yang dipenuhi pencarian, kita akan menemukannya sedikit demi sedikit. Amiinnn...</div><div style="text-align: left;"></div><a name='more'></a><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://happycel.files.wordpress.com/2011/01/tujuan-hidup.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://happycel.files.wordpress.com/2011/01/tujuan-hidup.jpg" /></a></div><div style="text-align: left;">Memang mengenai apa itu hidup, merupakan tanda tanya besar bagi semua orang. Teman saya pernah bilang, tanyakan arti hidup ke 100 orang, maka kamu akan mendapatkan 100 jawaban berbeda. Dan di sini gw juga ga melebih-lebihkan. Hidup memang penuh dari misteri. Tapi satu hal yang pasti (atau agak umum lah), kalau ditanya kita ingin hidup kita itu bagaimana, hampir semua orang akan menjawab "bahagia", dengan versinya masing-masing.</div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;">Jadi jika ada yang bilang ingin punya karir sukses, rumah besar, mobil mewah, istri cantik dan soleha, anak-anak yang berbakti, hidup yang tenang, gelar yang banyak, harta yang melimpah, pasangan yang mencintainya, percayalah, itu adalah definisi kebahagiaan bagi pribadi mereka masing-masing.</div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://brainboosterindonesia.com/blog/wp-content/uploads/2007/08/picture1mindmapteens.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="236" src="http://brainboosterindonesia.com/blog/wp-content/uploads/2007/08/picture1mindmapteens.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;">Sepanjang jalan meraih kebahagiaan itu, sudah pasti kita akan menemukan banyak sekali rintangan dan hambatan yang tak terhitung jumlahnya. Kesemuanya itu akan berupaya menjauhkan kita dari tujuan kebahagiaan yang ingin kita raih. Kadangkala juga, kita harus berhenti, mengulurkan tangan untuk menolong mereka yang kesulitan. Mereka yang sedang menemui cobaan, cobaan yang menjauhkan sahabat-sahabat kita dari kebahagiaan mereka.</div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;">Dari kecil, semua orang yang NORMAL, dididik untuk membantu orang-orang di sekelilingnya. Jadilah peka, dan milikilah empati. Tolonglah mereka yang kesulitan, mereka yang rodanya sering di bawah. Tapi pernahkaha kita menghadapi suatu kondisi, dimana pertolongan yang kita berikan harus mengorbankan jalan anda menuju kebahagiaan kita?</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.ficomaulana.com/wp-content/uploads/2009/09/berbagi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://www.ficomaulana.com/wp-content/uploads/2009/09/berbagi.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;">Ga jarang, suatu percabangan yang begini terjadi. Suatu pilihan yang berat, antara menolong orang lain (yang sudah semestinya), atau tetap bersikukuh mengejar kebahagiaan kita sendiri, yang mungkin berarti menutup mata akan kesusahan orang lain. </div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;">Gw di sini bukan mau jadi iblis yang bilang kalau kita ga boleh menolong orang lain. Mungkin malah sebagian besar tindakan gw itu adalah bertujuan untuk menolong orang lain, daripada kepuasan gw sendiri (mungkin...). Tapi di sini gw cuma mau mengingatkan. </div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;">Tak ada orang lain yang peduli akan kebahagiaan kita, selain diri kita sendiri. </div><div style="text-align: left;">Tak ada orang lain yang bisa membuat kita bahagia, selain diri kita sendiri.</div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;">Dirimu sangatlah berharga, kebahagiaanmu tidak ternilai.</div><div style="text-align: left;"><br />
</div><div style="text-align: left;">Jadi, sekali-kali jadilah egois dan kejarlah kebahagiaanmu...</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.decoletters.com/data/storage/attachments/71ddbdfa79d50245fc80d07ba6e535d0.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.decoletters.com/data/storage/attachments/71ddbdfa79d50245fc80d07ba6e535d0.jpg" /></a></div><div style="text-align: left;"><br />
</div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-19975626309107172502011-06-23T09:31:00.000+07:002011-06-23T09:31:49.727+07:00Ignorance Is Bliss<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://ayna.yeopmi.com/wp-content/uploads/2011/03/bebas-hutang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="231" src="http://ayna.yeopmi.com/wp-content/uploads/2011/03/bebas-hutang.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div>UAS udah kelar! Tinggal nunggu nilai-nilainya dipost di web.. *harap-harap cemas*<br />
<br />
Sekarang udah masuk masa liburan. Ini berarti gw bisa bangun siang, aktivitas yang sesuka gw, ngelindar-ngelindur males-malesan di pagi hari.. Anything! Bisa milih sarapan yang ga terbatas pada bakmie, nasi uduk, martabak, atau indomie, karena tukang makanan yang bukanya jam 8an udah bisa gw cobain. Libur cuy!<br />
<br />
Ngomong-ngomong soal sarapan, beberapa saat yang lalu gw punya sebuah cerita soal sarapan gw. Waktu itu gw sarapan bakmie. Mie ayam. Belinya deket rumah gw, yang ini udah buka dari pagi. Tapi itu pun ngantri, saking bekennya. Dibandingin bakmie yang ada di daerah sini, yang udah pernah gw cobain semua, pastinya, emang doi yang paling enak. Ditambah harganya yang cuma lima ribu perak, jadilah gw mengantri!<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeEInzDXSJ0KcfhL7ENw08cgjrXG5FOIrbaUg__UNvLBvg4JF57ctqUD1zNluKWh0pk3Tmvul6cWgv8fwfQy87LMVgTtcfNPQbo5ILtE0eYlqqMb1TaM3aRtllifbRNRgqTElnS3jcq86K/s1600/Copy+of+800px-Mi_ayam_jamur.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeEInzDXSJ0KcfhL7ENw08cgjrXG5FOIrbaUg__UNvLBvg4JF57ctqUD1zNluKWh0pk3Tmvul6cWgv8fwfQy87LMVgTtcfNPQbo5ILtE0eYlqqMb1TaM3aRtllifbRNRgqTElnS3jcq86K/s320/Copy+of+800px-Mi_ayam_jamur.JPG" width="320" /></a></div><br />
Singkat cerita, gw berhasil memboyong sebungkus bakmie ini ke rumah (gambar di atas cuma ilustrasi agar pembaca mulai ngiler). Mulai makan lah gw. Mulai menghayati kenikmatan. Di tengah-tengah acara santapan, gw nemu sesuatu di bakmie gw. Sesuatu yang harusnya berasal dari potongan daging ayamnya. Gw juga ga tau pasti itu apaan, tau pun gw udah lupa *maunya apa sih.<br />
<br />
Lalu apa yang terjadi? Betul, sodara-sodara. Kehilangan nafsu makan. Udah eneg malahan. Kalau gw ga menghargai makanan, udah gw buang semua itu bakmie. Akhirnya yang ada gw makan sambil hati-hati banget, sambil milih-milihin setiap potong daging ayam yang akan masuk ke mulut gw. Ga nikmat banget ya pastinya...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjumi-fUTqYphpRU20elqPDTY_VWf0zY89R2dyR2IKQiaxUvGzTElzbWb0bYlE-9KF7KL1hY_h4ExEAFXe1-zZexY8i0iACAs80yl1fsZVXIwjCfo6VH5o1NAeh4WeimtDh5e1in6oMos0P/s320/makan+sambil+nonton.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="148" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjumi-fUTqYphpRU20elqPDTY_VWf0zY89R2dyR2IKQiaxUvGzTElzbWb0bYlE-9KF7KL1hY_h4ExEAFXe1-zZexY8i0iACAs80yl1fsZVXIwjCfo6VH5o1NAeh4WeimtDh5e1in6oMos0P/s200/makan+sambil+nonton.jpg" width="200" /></a></div>Seandainya, seandainya aja. Mata gw ga menangkap keanehan yang ada pada hidangan gw. Mungkin, gw akan memakan "sesuatu" itu tanpa sadar. Mungkin gw lagi sambil nonton TV, jadinya langsung lep aja. Mungkin emang kedengerannya menjijikkan, tapi kalau gw ga tahu, pasti selera makan gw ga bakal hilang dan gw ga bakal parno.<br />
<br />
Sesuatu yang ga lu ketahui, emang ga bisa mempengaruhi lo. Liat aja orang-orang suku pedalaman sana. Mereka masa bodoh sama semua kekacauan yang terjadi di negeri ini. Ruyati kek, Malinda Dee kek, Gayus kek, PSSI kek, mereka cuek. Cuek, karena mereka emang ga tahu, jadi ga ikutan ambil pusing!<br />
<br />
Bayangin lu punya seorang gebetan. Siang malem mimpiin dia. Lu mimpi suatu saat bisa jalan sambil gandeng tangannya. Nanti lu bisa pamer ke temen-temen lu, kalau lu udah dapet pasangan yang oke. Lo ngabisin momen-momen indah nan romantis berdua. Lalu lu dapet kabar, entah dari facebook atau dari temen lo, kalau dia baru jadian. NAH!! Apa ga patah hati? Apa ga hancur semua impian lo? Kadang lo malahan mikir, "mendingan gw ga tau apa-apa deh!" At least, dengan begitu lo bisa tetep bermimpi dengan indahnya.. :p<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.reelcomix.com/admin/admin_images/ignorance-is-bliss.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="260" src="http://www.reelcomix.com/admin/admin_images/ignorance-is-bliss.jpg" width="320" /></a></div><br />
<br />
Pemikiran kayak gitu emang sering, sering banget muncul di kepala setiap orang. Yang ini menurut gw, cuma bentuk ketidak siapan kita menghadapi realita. Cepet atau lambat, hal yang buruk pasti bakal terjadi. Lu pastinya ga bisa mengharapkan hidup lu manis-manis doang kan ya?<br />
<br />
Hal buruk yang terjadi, emang sebaiknya kita ketahui. Jadi bisa diambil hikmah, makna, dan pembelajarannya. Emang, kalau kita ga tahu mengenai hal-hal yang buruk itu, hidup kita bakal indah dan manis terus. Tapi apa lo mau selamanya tinggal di dunia mimpi??<br />
<br />
What doesn't kill you, makes you stronger<br />
<br />
P.S : Tau kan gambar yang gw pasang di atas itu gambar apa? Yep, Luke dan Leia dari Star Wars. Maksud dari gambarnya adalah, bayangkan kalau Luke dan Leia ga tau kalau mereka itu kakak dan adik. Mungkin... Ah, liat aja deh gambarnya :pBromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-47804378927763775562011-06-20T19:24:00.001+07:002011-06-20T19:57:46.964+07:00Teks CintaHampir selesai! Dikiiiit lagi UAS berakhir, yang disusul musim liburan. Semangaat!! :)<br />
<br />
<br />
<a href="http://hadisutrisno.com/wp-content/uploads/2011/02/Samsons-Cinta_Page_11-791x1024.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://hadisutrisno.com/wp-content/uploads/2011/02/Samsons-Cinta_Page_11-791x1024.jpg" width="244" /></a>Kali ini gw pengen nulis tentang topik yang ga asing lagi, PDKT. Seperti yang udah pernah gw jelasin di <a href="http://bukucatatanboy.blogspot.com/2011/06/mendukung-ga-sih.html">Mendukung Ga Sih?</a> , PDKT itu proses pendekatan yang wajar. Dari cowok ke cewek ATAU sebaliknya (cewek jaman sekarang itu udah berani-berani semua loh..). Segala upaya cara daya dikerahkan, dengan tujuan akhir yang jelas : menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman biasa dengan sang gebetan tercinta.. *uhuuy*<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div><br />
</div><div><br />
<div><a name='more'></a>Sebenarnya PDKT itu fokus sama komunikasi. Ga ada orang yang mau punya pacar, yang kalo diajak ngobrol itu ga nyambung! Setuju kan? Makanya, kita semua pasti mulai nelpon, sms, BBM, e-mail, mention, wall, msn, ym, skype, dan lain-lain. Walaupun yang paling tokcer emang ketemu dan ngobrol langsung, tapi tetap aja hubungan lewat media-media yang ada perlu di-intens-kan.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://27duatujuh.files.wordpress.com/2009/10/sms_thegadget.jpg?w=123&h=180" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://27duatujuh.files.wordpress.com/2009/10/sms_thegadget.jpg?w=123&h=180" /></a></div><br />
<br />
Ngobrol dengan sang gebetan secara ga langsung, dalam hal ini melalui media tulisan, menurut gw punya satu pesona tersendiri. Di mana lu ga ketemu langsung dengan doi, berarti kita punya waktu untuk mikirin respon kita. Bisa merem dulu, bertapa, nanya temen, atau bahkan liat tips dari buku percintaan. Ga usah malu dan minder, gw juga pernah begini kok.. :)<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-dqG38WkJl3U/Tcnrb6WO_cI/AAAAAAAAADE/g5KDYZoL6hg/s1600/PDKT.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://1.bp.blogspot.com/-dqG38WkJl3U/Tcnrb6WO_cI/AAAAAAAAADE/g5KDYZoL6hg/s320/PDKT.jpg" width="319" /></a></div><br />
<br />
Selain mikirin buat ngasih respon terbaik yang nyambung dan (menurut kita) bisa bikin kita keliatan cerdas di mata sang gebetan, elemen lain yang bikin ga kalah seru adalah menanti pesan sang dia. Kalau ketemuan langsung, ga ada deh kekhawatiran omongan kita didiemin, sejutek-juteknya tuh orang (kecuali bolot ya). Beda ceritanya kalau komunikasinya ga langsung. Dibales atau ga, udah mirip perjudian. Kalau cepet, kitanya semringah.. Kalau lama, bisa labil sendiri seharian.<br />
<br />
Nunggu isi teks dari si doi juga seru abis loh! Karena dia pun pasti mikir dulu sebelum ngereply. Kadang penasaran, dia balesnya kayak gimana, bahkan kadang udah disiapin skenario. Kalo dia balesnya gini, gw lanjut gini. Begitu sms masuk, eh beda! Ganti skenario deh! :p Dan kalau dapet balesan yang menyenangkan.. Dijamin bisa kayak orang sakit jiwa senyum-senyum terus sendirian. Iya kan?? :)<br />
<br />
Masa-masa kayak gini emang ga ada duanya. Bisa bikin kita berbunga-bunga sendiri (buat yang beruntung), atau juga... Ah, ga usah disebutin lah. Tujuan gw nulis gini cuma biar kita semua senyum-senyum doang kok, nginget masa-masa kayak gini... :)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiEjbq2h33p8FYiZK2MsSWMe4guVW1SJNJdsrTBSt_PGG32x3pDuYF2Y5B0T_Cb74qfTeri10EMmnvjNgnNqJim29by9z2e2LoP-DRIqRGHDZUjmpDXuyqOBQLct5nGUNygRJVLu1hiut-/s400/Proses+Jatuh+Cinta.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiEjbq2h33p8FYiZK2MsSWMe4guVW1SJNJdsrTBSt_PGG32x3pDuYF2Y5B0T_Cb74qfTeri10EMmnvjNgnNqJim29by9z2e2LoP-DRIqRGHDZUjmpDXuyqOBQLct5nGUNygRJVLu1hiut-/s400/Proses+Jatuh+Cinta.jpg" width="385" /></a></div><br />
Semua yang terjadi dalam hidup emang ga ada yang abadi. Yang abadi mungkin emang cuma perubahan itu sendiri. Karena itu, syukuri semua yang terjadi, saat ini juga...</div></div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-50073552945080858842011-06-16T16:34:00.001+07:002011-06-26T14:53:14.340+07:00WorkaholicMasih di tengah-tengah kesumpekan minggu ujian.. Semoga semua bisa terlewati dengan baik!<br />
<br />
Sedikit info dan curhat, di rumah gw itu lagi sibuk-sibuknya. Konveksi yang dibuka nyokap gw itu lagi rame kerjaan, dan gw juga lagi pusing sama ujian. Yah bersyukur banget sih kalo rame dan kerjaan numpuk, masalahnya nyokap gw jadi lumayan workaholic. Bangun pagi, kerja. Seharian, kerja. Tidur malem, gara-gara kerja.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://images.sabob.com/products/images/1/am_not_workaholic_just_work_to_relax_Cartoon_print_by_Alex_Gregory_Published_in_The_New_Yorker_on_27_2007.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://images.sabob.com/products/images/1/am_not_workaholic_just_work_to_relax_Cartoon_print_by_Alex_Gregory_Published_in_The_New_Yorker_on_27_2007.jpeg" /></a></div><a name='more'></a>Fenomena workaholic, yang baru-baru ini aja mencuat, setelah era globalisasi. Fenomena di mana seseorang menjadi terlalu mementingkan kerjaannya. Pekerjaan jadi yang nomor satu, di atas segala-galanya.<br />
<br />
Sebenarnya apa sih yang bikin orang menjadi workaholic? Apalagi kalau bukan karena semakin susahnya memenuhi kebutuhan hidup kita. Dulu jaman di mana makan tinggal metik sayur dari sawah dan motong hewan ternak kalau mau makan mewahan dikit, emangnya ada yang workaholic?<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.fspmi-maruwa.net23.net/web_images/lifesimple.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.fspmi-maruwa.net23.net/web_images/lifesimple.jpg" /></a></div><br />
<br />
Kalau ditanya soal tujuan hidup, pasti semua orang maunya bahagia. Hidup senang. Hidup enak, cukup, mau apa juga ada. Buat menuhin kebutuhan-kebutuhan kita, memang salah satunya dengan bekerja. Kita dapat uang untuk memenuhi kebutuhan kita secara fisik. Tapi bukannya orang yang kerja terus menerus itu rentan stress dan sakit?Jenuh akan tekanan pekerjaan, hubungan dengan orang-orang terdekat menjadi renggang, dan mengabaikan pola hidup yang sehat. Lalu di mana letak bahagianya?<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRIrIjFvD_fBOTEhcL6DQ_edp7kw2yvrbe__kKD8FWI5yzQQdwB" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRIrIjFvD_fBOTEhcL6DQ_edp7kw2yvrbe__kKD8FWI5yzQQdwB" /></a></div><br />
<br />
Cici saudara gw, salah satu wanita yang paling gw hormatin di hidup gw, pernah bilang begini. Di masa muda, orang menukarkan kesehatan untuk harta. Di hari tuanya, orang menukarkan harta demi kesehatan. Apa hidup seperti ini yang kita mau?<br />
<br />
Kerja itu emang wajib, buat menuhin kebutuhan kita dan tanggungan kita. Tugas-tugas yang ada, hendaklah semua diselesaikan dengan penuh tanggung jawab. Tapi siapakah pekerjaan itu, sampai-sampai harus membuat kita mengorbankan aspek-aspek kebahagiaan lainya?Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-87080045045469193392011-06-12T22:26:00.002+07:002011-06-13T19:18:03.930+07:00Pria Mapan dan Wanita CantikMinggu ujian sudah dimulai! Di tengah-tengah kesibukan untuk belajar, baik sendiri maupun bareng temen-temen seperjuangan, gw masih nyempetin buat ngapdet blog ini. Sebenarnya sih, pemikiran ini udah mau gw tuangin dari lama, tapi agak bingung buat nyampein nya...<br />
<br />
Ide buat tulisan ini berasal dari banyak pihak, yang ga bisa gw tulis satu-satu di sini. Tapi yang pasti gw mau bahas sesuatu yang emang terjadi secara nyata di masyarakat kita, entah itu adil atau tidak.. (baca <a href="http://bukucatatanboy.blogspot.com/2011/05/life-is-fair.html">Life Is Fair</a>)<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://stat.kompasiana.com/files/2010/08/42-25134721.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="133" src="http://stat.kompasiana.com/files/2010/08/42-25134721.jpg" width="200" /></a></div>Dulu bokap gw pernah bilang, lelaki itu hidupnya akan enak kalau dia mapan. Lelaki itu akan dikejar banyak wanita, tenang hidupnya dan bahagia, kalau dia mapan. Seiring gw tumbuh dan belajar dari hal-hal di sekeliling gw, mapan di sini ga cuma bicara kemapanan secara finansial. Entah kemapanan finansial, mental, spiritual, sosial, fisik, yang pasti lelaki itu akan lebih dihargai kalau dia mapan.<br />
<br />
<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Lalu, wanita seperti apa yang akan dihargai? Wanita seperti apa yang akan lancar hidupnya? Wanita seperti apa yang akan mendapat pengakuan dan kekaguman dari para lelaki, seperti halnya lelaki mapan yang dikejar-kejar wanita? Sayang sekali, jawabannya adalah wanita yang cantik.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQSc1y3I2AXoF6bFIU97BMxhTX4MzZk8nO-abzLlBf5fiS_0t3F" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQSc1y3I2AXoF6bFIU97BMxhTX4MzZk8nO-abzLlBf5fiS_0t3F" width="320" /></a></div><br />
<br />
Seorang wanita boleh berpendidikan tinggi dan cerdas. Seorang wanita bisa jadi supel dan pandai bertutur kata. Seorang wanita bisa jadi humoris dan memiliki lingkaran pergaulan yang luas. Seorang wanita bisa jadi lemah lembut dan penolong. Tapi tetap saja, para lelaki akan lebih rela untuk mengorbankan nyawanya demi wanita yang CANTIK secara FISIK. Kalo kurang ngerti pengorbanan apa yang dimaksud, dengerin lagu Grenade-nya Bruno Mars deh...<br />
<br />
Kemapanan buat lelaki, sebagai advantage/kelebihannya dibanding lelaki lain, itu bisa dipelajari. Bahkan untuk seumur hidupnya. Sedangkan kecantikan, sebagai advantage kaum hawa, udah ditentukan sejak lahir. Operasi plastik dan implan ala Malinda Dee sangat tidak masuk hitungan gw.<br />
<br />
Gw sangat percaya, kalaupun seorang wanita ga cantik-cantik amat secara fisik, pasti punya kelebihan luar biasa di bidang lainnya. Gw juga percaya, wanita yang cantik abis, yang setiap jalan itu semua lelaki berhenti beraktivitas buat liatin dia, pasti punya kekurangan besar yang bisa jadi cuma jadi rahasia yang akan dibawa pribadinya sampai mati.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRn-9G4eMDFo5vr6MEpxnqKJB5RQrAwTpdP5WD9fHXyNqfRXQH-" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="149" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRn-9G4eMDFo5vr6MEpxnqKJB5RQrAwTpdP5WD9fHXyNqfRXQH-" width="200" /></a></div><br />
<br />
Dosen gw pun pernah bilang, semua cowok dan cewek punya pasaran masing-masing. Cantik/ganteng itu relatif. Suatu saat, lu akan ketemu yang suka sama lu, gw yakin akan hal ini. Dengan syarat, anda juga sudah berusaha menjadi yang terbaik loh ya...<br />
<br />
Jodoh, itu udah diatur sama Yang Di Atas. Dan, kalau emang ga jodoh, ga akan lari kemana-mana kok... :)<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.cartoonstock.com/newscartoons/cartoonists/cga/lowres/cgan1003l.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://www.cartoonstock.com/newscartoons/cartoonists/cga/lowres/cgan1003l.jpg" width="289" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Dan saya harus sangat berterima kasih kepada mas <a href="http://www.gugus.web.id/">Gugus</a> , atas komentar tambahannya. Beliau menambahkan suatu link tulisan, yang sangat pas kalau gw tampilin di sini. Berikut tulisannya </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">diambil dari <a href="http://archive.kaskus.us/thread/4661245">sini</a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">"<span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Sepucuk surat dilayangkan seorang cewek cantik yang ingin mendapatkan pria kaya yang dimuat di suatu majalah. Suratnya ditanggapi oleh seorang pria kaya dengan serius. Bagus kata-katanya dan jangan lupa lihat nama pria yang membalas suratnya.</span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"></span><br />
<div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span></span></div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Seorang gadis muda dan cantik, mengirimkan surat ke sebuah majalah terkenal, dengan judul:</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">“Apa Yang Harus Saya Lakukan Untuk Dapat Menikah dengan Pria Kaya?”</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Saya akan jujur, tentang apa yang akan coba saya katakan di sini. Tahun ini saya berumur 25 tahun.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><br />
<div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Saya sangat cantik, mempunyai selera yang bagus akan fashion. Saya ingin menikahi seorang pria dengan penghasilan minimal $500ribu/tahun. Anda mungkin berpikir saya matre, tapi penghasilan $1juta/tahun hanya dianggap sebagai kelas menengah di New York . Persyaratan saya tidak tinggi. </span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Apakah ada di forum ini mempunyai penghasilan $500ribu/tahun? Apa kalian semua sudah menikah? Yang saya ingin tanyakan: apa yang harus saya lakukan untuk menikahi orang kaya seperti anda? Yang terkaya pernah berkencan dengan saya hanya $250rb/tahun. Bila seseorang ingin pindah ke area pemukiman elit di City Garden New York , penghasilan $ 250rb/tahun tidaklah cukup.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Dengan kerendahan hati, saya ingin menanyakan:</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">- dimana para lajang2 kaya hang out?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">- kisaran umur berapa yang harus saya cari?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">- kenapa kebanyakan istri dari orang2 kaya hanya berpenampilan standar?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">- saya pernah bertemu dengan beberapa wanita yang memiliki penampilan tidak menarik, tapi mereka bisa menikahi pria kaya?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">- bagaimana, anda memutuskan, siapa yang bisa menjadi istrimu, dan siapa yang hanya bisa menjadi pacar?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">ttd.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Si Cantik</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">______________________</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Inilah balasan dari seorang pria yang bekerja di Finansial Wall Street :</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Saya telah membaca surat mu dengan semangat. saya rasa banyak gadis2 di luar sana yang mempunyai pertanyaan yang sama. ijinkan saya untuk menganalisa situasi mu sebagai seorang profesional.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Pendapatan tahunan saya lebih dari $500rb, sesuai syaratmu, jadi saya harap semuanya tidak berpikir saya main2 di sini. dari sisi seorang bisnis, merupakan keputusan salah untuk menikahimu. jawabannya mudah saja, saya coba jelaskan, coba tempatkan “kecantikan” dan “uang” bersisian, dimana anda mencoba menukar kecantikan dengan uang: pihak A menyediakan kecantikan, dan pihak B membayar untuk itu, hal yg masuk akal. tapi ada masalah disini, kecantikan anda akan menghilang, tapi uang saya tidak akan hilang tanpa ada alasan yang bagus. faktanya, pendapatan saya mungkin akan meningkat dari tahun ke tahun, tapi anda tidak akan bertambah cantik tahun demi tahun. Karena itu, dari sudut pandang ekonomi, saya adalah aset yang akan meningkat, dan anda adalah aset yang akan menyusut. bukan hanya penyusutan normal, tapi penyusutan eksponensial.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Jika hanya (kecantikan) itu aset anda, nilai anda akan sangat mengkhawatirkan 10 tahun mendatang. dari aturan yg kita gunakan di Wall Street, setiap pertukaran memiliki posisi, kencan dengan anda juga merupakan posisi tukar. jika nilai tukar turun, kita akan menjualnya dan adalah ide buruk untuk menyimpan dalam jangka lama, seperti pernikahan yang anda inginkan. mungkin terdengar kasar, tapi untuk membuat keputusan bijaksana, setiap aset dengan nilai depresiasi besar akan di jual atau “disewakan.” Siapa saja dengan penghasilan tahunan $500rb, bukan orang bodoh, kami hanya mau berkencan dengan anda, tapi tidak akan menikahi anda.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">Saya akan menyarankan agar anda lupakan saja untuk mencari cara menikahi orang kaya. Lebih baik anda menjadikan diri anda orang kaya dengan pendapatan $500rb/tahun. Ini kesempatan lebih bagus daripada mencari orang kaya bodoh. mudah2an balasan ini dapat membantu. Jika anda tertarik untuk servis “sewa pinjam,” hubungi saya.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">ttd,</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;"><br />
</span><span class="Apple-style-span" style="font-family: verdana, geneva, lucida, 'lucida grande', arial, helvetica, sans-serif; font-size: 13px;">J.P. Morgan"</span></div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-60752886555940503852011-06-09T18:21:00.003+07:002011-06-13T19:20:50.227+07:00Sekarang Lebih Baik<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuv7K6lzqAMHFGrLaVep8eHvCKNljJKEAaHHdHPovBGQWUxF9S9bZpkA_vpKcIx417VwgGa-JfOPJhsFD8cPE6pjMII7Orbp6_ox_yD9ktGUChpLdDpvkO6oeZXlis_1t0gX1lujpnhVqJ/s1600/bookmark+star.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuv7K6lzqAMHFGrLaVep8eHvCKNljJKEAaHHdHPovBGQWUxF9S9bZpkA_vpKcIx417VwgGa-JfOPJhsFD8cPE6pjMII7Orbp6_ox_yD9ktGUChpLdDpvkO6oeZXlis_1t0gX1lujpnhVqJ/s1600/bookmark+star.jpg" /></a></div>Bookmark! Satu fitur yang sangat berguna sekali pada browser. Dengan bookmark, kita bisa nandain satu halaman buat dibaca nanti. Biasanya kita pakai bookmark kalau ada halaman yang kelihatannya bagus, tapi kita ga baca sekarang. Mungkin nanti aja, kalau lagi sempet. Mungkin juga males...<br />
<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Nah, jujur! Kalau ada halaman yang dibookmark karena bagus dan mau dibaca nanti, bener-bener dibaca ga tuh halaman? Gw sih hampir ga pernah. Padahal sebenarnya bisa dibaca saat itu juga, tapi entah kenapa ga gw langsung baca. Malahan dibookmark. Rencananya bakal dibaca ntar, kalau ada waktu, gitu pikir gw. Tapi nyatanya?<br />
<br />
Nunda-nunda pekerjaan, kalo istilah ortu nyebutnya. Suatu pekerjaan yang sebenarnya bisa dikerjain dan diselesaikan sekarang. Bacaan yang bisa diserap ilmunya sekarang. Pesan yang bisa kita kirim sekarang. Persiapan yang bisa kita buat sekarang. Tapi ga ada yang terjadi. Ga ada waktu? Ah, kebanyakan juga cuma gara-gara males. Jujur!<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7Y_8XVOzwHAnAtvcyYNPhoEPpabRHilqQg2NM4dzKU3WNuDTxG8FcvMWuUDXx3-C7CgTlB4oMOysXhe_tDO54vJnRd6CSEJPg2pwU_NRzhjbYYjGvT4o7GLaE58Nmt5uw0Hun6qXObcxE/s400/laziness.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7Y_8XVOzwHAnAtvcyYNPhoEPpabRHilqQg2NM4dzKU3WNuDTxG8FcvMWuUDXx3-C7CgTlB4oMOysXhe_tDO54vJnRd6CSEJPg2pwU_NRzhjbYYjGvT4o7GLaE58Nmt5uw0Hun6qXObcxE/s320/laziness.jpg" width="320" /></a></div><br />
<br />
Gw pribadi juga sering banget begini. Kebiasan tarsok-tarsok (entar/besok). Alhasil emang bikin gw keteteran sendiri dan ga ada untungnya. Selagi inget, mari kita lakukan!<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_5G21OQMqHUE/SvvlwsKJVHI/AAAAAAAAA6o/F5NXcd37wuU/s400/menunda.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="270" src="http://1.bp.blogspot.com/_5G21OQMqHUE/SvvlwsKJVHI/AAAAAAAAA6o/F5NXcd37wuU/s320/menunda.jpg" width="320" /></a></div><br />
<br />
Kalau bukan sekarang, kapan lagi?Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9025007422378658651.post-16677852908905446832011-06-07T22:10:00.003+07:002011-06-13T19:23:19.906+07:00CurhatKemaren itu gw sempet ngobrol mendalam sama 2 orang wanita temen gw. Sebuah sesi ngobrol yang ga disengaja, sebuah sesi yang sebenarnya diperuntukkan untuk belajar akuntansi. Tapi berhubung semua jadi males dan moodnya lagi pengen ngobrol aja, jadilah berubah haluan gitu. Sebuah obrolan yang lagi-lagi menghasilkan feedback bahwa gw harusnya jadi mahasiswa psikologi daripada akuntansi. Oh well...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihWubxT-JSHAPElNebDvZhPhF0PzDwvWKmtvpek4OQbzp838j1GLNTH0VqW8IZPT-yYDrIoVDhN0NRwNm_lUrl5pvoB8lH-w6Un0yBB9B5iLjOosw8z0VK5eXwsnOsnXGxlaXDlHnLgWDj/s1600/Ngobrol.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="228" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihWubxT-JSHAPElNebDvZhPhF0PzDwvWKmtvpek4OQbzp838j1GLNTH0VqW8IZPT-yYDrIoVDhN0NRwNm_lUrl5pvoB8lH-w6Un0yBB9B5iLjOosw8z0VK5eXwsnOsnXGxlaXDlHnLgWDj/s320/Ngobrol.jpg" width="320" /></a></div><br />
<br />
Di sesi itu, gw mengatakan sesuatu yang berbunyi gini: "Kita ga curhat untuk dapat solusi dari orang lain. Kita curhat untuk dapat perhatian." Setuju ga?<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Manusia itu makhluk yang dikasih keistimewaan dari Yang Maha Kuasa, akal budi. Sebuah hadiah yang membedakan kita dari makhluk ciptaan-Nya yang lain, yang seumur hidupnya cuma bisa mengandalkan insting. Akal budi ini punya fungsi agar kita bisa mengatasi semua masalah-masalah yang menghampar di hadapan hidup kita. Masalah yang lebih kompleks dari sekedar bertahan hidup, melanjutkan keturunan, ataupun memburu dan diburu.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.solarnavigator.net/biology/biology_images/brain_animal_comparisons.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://www.solarnavigator.net/biology/biology_images/brain_animal_comparisons.jpg" width="220" /></a></div><br />
<br />
Masalah itu apa sih? Menurut gw, masalah itu kondisi di mana keinginan kita ga sejalan sama kenyataan. Wew... Kalau gitu mah udah kita hadapin dari masih kecil! Saat ga dibeliin mainan, saat ketemu temen yang rese, itu masalah juga kan? Iya! Lalu kalau udah ketemu masalah, jelas udah harus ada solusinya. Berhasil atau ga, yang penting dicoba. Ngerengek saat minta mainan ke ortu, atau ngadu saat digangguin temen yang rese. We all have been through this...<br />
<br />
Nah, kalau udah gede masalah udah pasti lain lagi. Masalah yang dihadapin makin kompleks. Masalah yang dihadapin makin menyita pikiran. Masalah yang dihadapin membuat kita butuh orang lain. Curhat, curahan hati kepada seseorang yang bisa percaya.<br />
<br />
Banyak yang percaya, orang curhat itu karena butuh jawaban. SALAH! Manusia dengan akal budinya, sebenarnya pasti udah tahu jawaban dari masalahnya, bahkan sebelum mereka mulai curhat. Stop bentar dan coba renungin, bener ga omongan gw?<br />
<br />
Terus, curhat buat apa dong? Manusia itu makhluk sosial yang rapuh, butuh orang lain. Butuh afirmasi/pengakuan, afeksi/kasih sayang, dan atensi/perhatian (maaf nih kalo salah kosakatanya). Kita curhat karena kita butuh dukungan. Kita curhat karena kita butuh perhatian. Kita curhat karena kita butuh tepukan di punggung, atau bahu untuk tempat bersandar. Kita curhat karena kita ingin memastikan, ada orang lain yang peduli untuk kita, apapun masalah kita. Bukan untuk jawaban!<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOQg4s8iWK_ptQVVhkroVXklTCwmI7ZEZtQgbGlrnIDvnD-REqFkpP2gRT1173FFfbjuIdTiFy1GZaXc6uz9AhDtTK8vbYUjoNdCcGdgxF_GjzXhqXUx4xAvoWc40dTvypWCMUzSNo-a-o/s1600/tagpersahabatandarimbakdefi.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOQg4s8iWK_ptQVVhkroVXklTCwmI7ZEZtQgbGlrnIDvnD-REqFkpP2gRT1173FFfbjuIdTiFy1GZaXc6uz9AhDtTK8vbYUjoNdCcGdgxF_GjzXhqXUx4xAvoWc40dTvypWCMUzSNo-a-o/s1600/tagpersahabatandarimbakdefi.png" /></a></div><br />
<br />
Karena itu, sudah semestinya kita menjadi pendengar yang baik ketika orang curhat. Bukan malah nyerocos dengan solusi, atau balik menggurui. Sesuatu yang sebenarnya juga masih sangat sulit buat gw terapkan..<br />
<br />
Dengan segala kerapuhan yang dimiliki sebuah pribadi, sudah sepantasnya kita paham dan sadar akan tempat kita berpijak...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://farm3.static.flickr.com/2639/4134213647_f03445fea5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://farm3.static.flickr.com/2639/4134213647_f03445fea5.jpg" width="247" /></a></div>Bromhttp://www.blogger.com/profile/16174496919454691117noreply@blogger.com2